SELAMAT DATANG

Ingin mengetahui siapa saya? Ayo, tinggal baca blog saya. Banyak hal yang akan saya bagi disini. Let's fun with me...

Kamis, 24 November 2011

Novella's Birthday

Yeah! I wanna say happy birthday to my beloved friend, Novella. Happy birthday girl, I hope your dream come true and wish you all the best ;))

Novella

Sebenernya Novella ini ulang tahun tanggal 23 November kemaren, tapi aku sama temen-temen baru bisa ngasih kado buat dia hari ini. Sekarang Novella udah jadi 16 tahun, lebih muda daripada gue -____-"
Yah, gue sebagai temen cuma bisa doain dia yang terbaik aja. Semoga apa yang dia inginkan bisa tercapai dan semoga dia nggak ngelupain gue sama temen-temen  yang lain kalo udah sukses nanti.
Sedikit cerita tentang Novella, dia ini fans dari maha bintang Justin Bieber, berlebihan nggak sih Justin dibilang maha bintang?, tapi sayang dia belom difollback sama idolanya itu. Semoga diri kau segera difollback Justin ya Vel, amin. Selain Justin dia juga suka sama penyanyi muda dari Australia, Cody Simpson, tulisannya bener nggak nih? haha ;p , tapi kalo sama yang ini Vella udah difollback, alhamdulillah sesuatu ya. Hobi Vella ini sama kayak gue, yaitu suka sama nulis, kalo gue genre cinta menye-menye, kalo dia fantasi, kayak harpot dan sejenisnya gitu.

Tadi siang, waktu pulang sekolah kita-kita dari sebelas ipa 5 ngasih dia kado. Boneka hello kity, kita ngasih itu keliatannya Vella emang suka sama hello kity. Bener nggak Vel? Maaf kalo salah ya --v . Mukanya dia kaget, haru campur satu. Matanya udah berkaca-kaca. Mungkin dia seneng, di hari bahagianya kita-kita peduli sama dia.



boneka hello kitynya 

anak self

Vella malu-malu kucing nih :p

Nah itu dia cerita ulang tahun Novella ke 16. Buat Vella, jangan diliat seberapa mahal kado kita yang kita kasih ke kamu, tapi liat ketulusan kita buat kamu ya, semoga pertemanan kita bisa langgeng terus amin.
Dan sehabis pulang sekolah tadi, gue nerima sms dari temen gue yang cantik ini

"Thanks guys, buat kadonya, makasih banyak ya :)
merci."

Oke, sama-sama ya :)




Rabu, 23 November 2011

Memory of Sea Games

Bait terakhir itu selalu dinyanyikan atlet Inonesia kala mendapatkan emas di Sea Games kemarin. Lagu yang selalu bikin merinding karena bangga telah menjadi bagian dari bangsa yang besar ini. Bangga ternyata  Indonesia bisa membuktikan diri menjadi Juara Umum dalam multievent tingkat Asia Tenggara dengan mengoleksi 182 keping emas, 153 perak dan 142 perunggu. Hasil yang sangat memuaskan.

Tim bulu tangkis beregu putra Indonesia dengan medali emasnya

tim bulu tangkis putri Indonesia dengan medali peraknya

-ooo-
Itulah dua foto atlet sea games dari cabang bulu tangkis. Dan di sini aku mau cerita tentang kenangan-kenangan sewaktu sea games berlangsung. Banyak hal yang aku rindukan tentang sea games. Salah satunya adalah nonton bulu tangkis. Karena olah raga ini adalah yang paling aku suka antara cabor yang lain. Seminggu lebih aku bisa menyaksikan atlet bulu tangkis idolaku bermain melalui media telivisi, walopun nggak bisa nonton langsung di Istora, lewat tv aja udah bikin seneng. Selain itu, twitterku juga rame sama anak bdmintonlovers, isinya pasti dukungan buat atlet-atlet yang lagi bertanding. Akupun juga nggak mau kalah, setiap twitt yang aku bikin untuk dukung Vita Marissa dkk pasti aku kasih hastag AyoIndonesiaBisa. Serudeh pokoknya sea games ini. Jadi selama sea games berlangsung aku nggak kehabisan acara tv, isinya para atlet semua dari badminton, voli, sepak bola, futsal, basket dll. Tapi sayang sea games selesai acara bakal balik jadi sinetron yang menye-menya. Menyebalkan -___-''

hpnya Fukusin

Nah ini dia gambar yang aku ambil di kelas. Nonton bulu tangkis di kelas waktu pelajaran. Maaf pak guru, muridmu ini mencuri waktu berhargamu ;p.  Beruntung banget aku punya temen yang baik, yang mau minjemin hpnya buat aku nonton bulu tangkis. Dia itu Bella sama Fukusin. Makasih ya teman-teman ;DD. Selain itu yang nemenin aku nonton itu Liliy, temen sebangkuku, walopun nggak sefanatik aku waktu liat bulu tangkis tapi dia cukup antusias buat nonton. Mawar sama Desi yang duduk di belakangku juga ikut nonton. Ya dengan cara ini kita nggak bisa teriak-teriak waktu Indonesia dapet poin. It's ok lah haha. Temen-temenku yang liat aku nonton bulu tangkis pada cengin, "Hayo ya mayang nonton apa?" dan semacamlah, aku cuma bisa ketawa ssama nyumpahin hihi. Temnku yang paling rese itu Cita, pacarnya Angel. Sama satu lagi Tandon. Sumpah dua orang itu rese banget --". Peace Cit, Ndon ^^v

ini hpnya Bella

Pokoknya seru abis nonton bulu tangkis di kelas sambil ketawa dan nyumpahin temen yang ganggu haha. Kenangan yang tak terlupakan. Selain dari bulu tangkis aku juga paling suka nonton Voli. Olah raga yang baru aku tahu kalo atletnya pada ganteng-ganteng, terutama yang nomor 2, Agung namanya ;)). Selain Agung aku juga suka sama smashnya bang Ayip sama ada juga bang Bagus, ini dia atlet yang aku liat mirip sama kak Age atlet bulu tangkis.

atlet voli putra Indonesia

Walopun tim voli putra Indonesia kalah dari Thailand dan menempati urutan ke dua. Aku tetap bangga dengan Ayip dkk. Juga dengan semua atlet Indonesia dari semua cabor yang ada. Terimakasih untuk semua pengorbanan dan kepingan medali yang kalian berikan untuk bangsa ini. Semoga Sea games berikutnya Indonesia bisa mempertahankan title Juara Umumnya. 

lambang sea games ke-26

opening ceremony sea games

penyalaan obor sea games oleh Susi Susanti

closing ceremony sea games

maskot sea games, modo dan modi

Sampai Jumpa lagi. Semoga sea games berikutnya juga bisa mengukir kenangan yang indah buatku. Dan cerita tadi adalah kenangan yang sangat indah untuk sea games tahun ini :)


Senin, 21 November 2011

Ternyata Aku Suka Kamu (Pilihan Terakhir)

Selamat membaca ;))

-ooo-

            Ternyata Aku Suka Kamu

            Pilihan Terakhir

            -ooo-


            Perjanjian itu mengakhiri semua rasa. Memberi batasan pada kehidupan dua anak manusia yang saling jatuh cinta. Perjanjian yang membuat mereka saling menjauh karena salah satu dari mereka telah berkotmitmen dengan orang lain. Cinta yang telah terucap kini harus terpendam lagi.

            “Udah Vit! Nggak usah deket-deket aku lagi!!” Bentak Alvent dengan suara sedikit bergetar. Sesaat kemudian rasa bersalah menyelimuti hatinya ketika melihat mata Vita mulai berkaca-kaca.

            “Sabar bro,” Age menepuk pundak Alvent, berusaha menenangkan emosi sobatnya itu. “Sekarang elo ke kelas aja Vit,” ujar Age kepada Vita. Sebelum gadis itu pergi, Age mengambil air isotonik yang dipegang oleh Vita. “Makasih buat minumnya.”

            Alvent melihat Vita pergi menjauh darinya. Punggungnya sedikit berguncang, mungkin sekarang Vita sedang menangis.

            “Nih,” suara Age membuyarkaN pandangan Alvent dari Vita. Diambilnya air isotonik dari tangan Age. Air isotonik dari Vita yang tadi sempat ditolaknya.

            Glek!

            Glek!!

            Glek!!!

            “Tadi sok nolak, eh sekarang malah abis,” cibir Age yang melihat Alvent hampir menghambiskan air ditangannya. Sedangkan Alvent hanya meliik dan kembali ke aktivitasnya. Ternyata cemburu bikin haus, pikir Alvent.

            “Gue mau tanya Vent,” nada Age mulai serius. Sepertinya memang benar-benar ada hal yang harus dibicarakan. “Kenapa sekarang elo jauhin Vita?” Sebuah pertanyaan meluncur mulus dari bibir Age. Sederhana tapi memerlukan banyak keberanian dan unsur perasaan dalam jawabannya.

            “Kok elo Cuma diem? Kenapa?” tanya Age lagi karena Alvent tak kunjung menjawab.

            Alvent menghela nafas panjang. Memandang lurus luasnya lapangan basket SMA Persada. Sebenarnya tak ada alasan khusus untuk dia menjauhi Vita sejauh ini. Jarak yang dibikinnya juga tidak perlahan tapi langsung kasat mata. Menjauh tanpa persiapan dan aba-aba. Menjauh dengan meninggalkan dan melupakan segala perasaannya.

            “Vita udah punya pacar bro!” Akhirnya kata-kata itu keluar. Satu-satunya alasan yang memang dia miliki.

            “Cuma gara-gara itu?” Alasan yang tak masuk akal untuk Age. “Gara-gara Vita punya cowok elo jauhin dia? Ngediemin semua kelakuan dia selama ini? Vita nyapa elo, elo diemin, gara-gara cewek itu punya cowok? Ck..ck.. nggak nyangka gue, satu tahun elo ngehindar dari Vita Cuma gara-gara cemburu.” Age membeberkan lagi kelakuan Alvent satu tahun kebelakang. Kelaukuan Alvent yang sangat dingin kepada Vita. “Enggak jantan lo Vent!” cibir Age.

            “Gue kayak gitu karna gue suka sama Vita.”

            “Itu namanya egois! Elo sama aja nyakitin perasaan cewek yang elo sayang! Elo itu pecundang!”

            Dan bough!!

            Bough!!

            Pipi kanan dan kiri Age terkena hantaman keras dari kepalan tangan Alvent. Dia jengah dengan ucapan sahabatnya itu.

            “Elo itu nggak tau masalahnya! Jangan asal ngomong kalo nggak tau masalahnya!” Alvent lepas kontrol.

            Age membiarkan emosi menyelimuti Alvent. Dibiarkan Alvent menarik kerah bajunya. Sehingga mereka berjarak sangat dekat. “Gue tau masalahnya. Elo itu suka sama Vita dan elo nggak terima karna bukan elo yang ngedapetin hatinya tapi cowoknya sekarang.” Kata-kata Age semakin liar, semakin membuat amarah Alvent memuncak.

            Bough!!! Satu pukulan lagi telak menghantam wajah Age sampai ia tersungkur.

            “Jaga mulut lo! Dasar bangsat!!”

            Alvent berdiri di atas badan Age dengan terengah-engah mengatur nafasnya. Sedangkan Age berusaha berusaha berdiri menjajari Alvent.

            “Ayo pukul trus, biar elo puas! Dasar pengecut!” dan benar, perkataan Age dilakukan oleh Alvent. Pipi kanan, pipi kiri, rahang bawah dan perut Age semuanya dipukul bertubi-tubi oleh Alvent dan tanpa ada perlawanan. Perkelahian itu berlangsung cukup lama. Darah yang keluar dari tubuh Age dan lebam tak juga menghentikan tindakan Alvent. Perkelahian itu berakhir ketika keduanya tersungkur di pinggir lapangan. Sampai Alvent sudah kehabisan energi.

            “Udah puas?” Ujar Age saat melihat Alvent tak memukulnya lagi. Ada rasa lega di hatinya, akhirnya dia tak harus merasakan sakit lagi walaupun dia tahu sehabis ini bekas pukulan Alvent akan meninggalkan perih yang luar biasa.

            “Puas banget!” jawab Alvent. “Thanks banget bro!” sambungnya lagi seraya menepuk-nepuk bahu Age.

            “Oke-oke.” Age tersenyum melihat Alvent senang. Akhirnya Alvent bisa meluapkan emosinya walaupun dia yang menjadi sasarannya. “Tapi tetep sakit Vent,” sambungnya lagi sambil memegang ujung bibirnya yang mengeluarkan darah.

            “Sorry,” ucap Alvent. Dia terkekeh melihat Age kesakitan, sedikit jahat memang tapi bagi Alvent, Age adalah sahabat terbaiknya saat ini dan selamanya. Sahabat yang mengerti tanpa harus mengatakan apa yang harus dikatakan.

            “Gue bakal temenin elo sampe sembuh deh, walopun harus bolos.”

            “Dih, enak banget hidup lo, habis mukulin gue, terus jadiin gue alesan biar bolos,” cibir Age. Lalu mereka berdua tertawa dengan latar matahari tenggelam di depan mereka. Hari yang tak akan mereka lupakan dalam kisah remaja mereka. Cerita tentang persahabatan dan cinta dalam balutan seragam putih abu-abu.


            -ooo-


            Dalam acara promnight SMA Persada Vita dengan berani menghampiri Alvent yang tengah berkumpul dengan teman-temannya.

            “Vent,” panggil Vita. “Kita bisa ngobrol sebentar?”

            Alvent menoleh dan melihat Vita di sampingnya. Setelah berpamitan dengan teman-temannya akhirnya Alvent bersama Vita keluar dari aula besar sekolahnya menuju taman di samping gedung itu. Sekarang perasaannya mulai tenang saat Vita bersamanya.

            Sudah beberapa menit mereka sampai di taman itu. Duduk berdua di kursi yang ada. Tapi keduanya belum juga mengawali perbincangan. Hening mulai menyelimuti malam itu, suasana yang berbeda dengan acara promnight mereka yang meriah di dalam sana.

            “Hallo,” ucap Vita. Alvent menengok ke Vita, ternyata gadis itu tidak berbicara dengan dirinya tapi dengan benda kecil yang di genggamnya.

            “Iya kenapa Bee?” Vita mendengar sahutan di seberang sana. Suara yang besar dan lembut.

            “Aku mau kita putus Ian.” Kata-kata itu menyentakan pendengaran Alvent yang ada di sebelahnya. Kata-kata yang tak pernah dia pikir untuk mendengarnya. Dan sama dengan Alvent, Rian yang sedang bersantai di tempat tidur langsung terperanjat.

            “Kamu nggak usah bercanda Vit.”

            “Aku serius. Kamu terlalu baik buat aku.” Ujar Vita.

            “Aku ketempat kamu sekarang.” Lalu hubungan via telepon itu terputus seketika. Air mata sudah meluncur membasahi pipi Vita. Tindakan yang penuh keberanian baru saja dia lakukan. Menghapus satu nama di hatinya dan menyisakan satu nama. Alvent, nama laki-laki itu.

            “Kamu udah dengerkan Vent? Aku udah putus sama Rian.” Vita menatap Alvent tajam, seperti ingin menguatkan perkataannya tadi. Bahwa hanya dirinya yang Vita cintai. “Jadi, jangan jauhin aku lagi,” pintanya kemudian.

            Alvent mengangguk dan mendekap gadis itu. Menenangkan bahunya yang berguncang keras dalam pelukannya. Sepertinya luka yang dia berikan kepada Vita terlalu banyak dan dalam.

            “Maaf ya Vit,” ucap Alvent yang tetap memeluk Vita. Gadis itu hanya mengangguk sambil sesekali menyeka air matanya.

            Pelukan itu berlangsung sangat lama, sampai keduanya tak menyadari bahwa ada seseorang yang melihat kejadian itu dari jauh. Melihatnya dengan penuh penyesalan. Rianlah yang melihat mereka, dan sekarang dia tau apa penyebab hubungannya dengan Vita kandas. Dia menyadari bahwa cinta yang mendasari suatu hubungan dan saat salah satu diantaranya sudah tak mencintai, bagaimanapun usaha yang dilakukan, hubungan itu akan berakhir juga.


            To: Vita
            Makasih buat selama ini. Aku bahagia jika kamu bahagia.


            Pesan singkat itu mengakhiri rasa cintanya dengan Vita sebagai kekasih. Mulai saat ini dia akan tetap mencintai Vita tapi sebagai sahabat ata mungkin adik.


            “Udah nangisnya?” tanya Alvent saat Vita mengurai pelukan mereka. Vita hanya mengangguk malu-malu.

            “Sekali lagi aku mau minta maaf sama kamu atas segala kelakuanku selama ini.” Alvent meminta maaf lagi kepada Vita.

            “Aku udah maafin kamu dari dulu,” jawabnya dengan suara khas orang sehabis menangis. “Seharusnya aku yang minta maaf, soalnya aku udah bikin kamu marah selama ini,” sambungnya lagi.

            “Aku juga udah maafin kamu dari dulu.” Alvent tersenyum, senyuman yang sangat dirindukan Vita. “Vit, aku mau ngomong serius sama kamu,” sekarang tangan mereka sudah saling menggenggam. “Kamu mau jadi pacar aku?” Akhirnya pertanyaan itu keluar dari bibirnya. Pertanyaan yang sangat lama ingin Alvent lontarkan.

            “Ya, aku mau jadi pacar kamu.” Vita tersenyum lalu memeluk Alvent lagi. Di saat seperti inilah dia bisa merasakan besar cintanya kepada Alvent.

            “Woy! Pacaran mulu, masuk gih acaranya udah mulai,” teriak Age di depan mereka. Teriakan yang salah tempat dan waktu.

            “Ganggu gue aja lo!” cibir Alvent yang sebal dengan kedatangan makhluk yang bernama Age itu. “Yuk Vit masuk,” ucapnya kepada Vita. Lalu mereka bertiga masuk ke aula. Berbaur bersama teman-teman yang lain. Menikmati malam terakhir mereka sebagai siswa SMA Persada.

            “Entar cerita ke gue,” bisik Age di telingan Alvent. “Sip,” jawab Alvent sambil mengangkat jempolnya.

            Dan kisah cinta Alvent di masa putih abu-abu selesai dengan indahnya. Cinta yang bertepuk sebelah tangan sudah tertangkup menjadi satu bersama cinta dari Vita. Cinta memang tak akan pernah sia-sia.

SELESAI

Ternyata Aku Suka Kamu (Dia atau Aku)

            Ternyata Aku Suka Kamu

            Dia Atau Aku


            -ooo-


            Jika setiap orang bisa setia dengan satu cinta, maka dalam dunia cinta tak akan ada luka yang harus disembuhkan...


            Deru suara mobilnya baru saja menghilang, tenggelam dalam keheningan malam. Alvent baru saja mengantar Vita pulang. Terlalu larut sehingga pintu rumah Vita sudah terkunci rapat.

            Ceklek!

            Dengan pelan Vita memutar kunci miliknya. Satu putaran, dua putaran lalu pintu terbuka. Suasana gelap langsung menyambut Vita dari dalam rumahnya. Dengan langkah pelan Dia memasuki dan menutup pintu kembali. Sedikit berjinjit, Vita melangkah ke kamarnya. Satu, dua, tiga,

            Trek!!

            Tepat di anak tangga ke tiga, lampu ruang tamu menyala. Terang dan menyilaukan. Vita buru-buru membalikan badannya dan melihat seorang cowok berdiri tak jauh dari tempatnya menyilangkan tangan ke dada. Abangnya berdiri di sana. Menatapnya tajam seolah menagih penjelasan.


            “Gue enggak ngapa-ngapain sama Alvent,” ulang Vita kepada Hendra. Sudah berulang kali Vita menjelaskan mengapa Dia pulang selarut ini kepada abangnya itu tapi Hendra tetap tak percaya.

            “Tapi lo liat dong Vit ini jam berapa?” tukas Hendra sembari melihatkan arlojinya kepada sang adik. “Jam setengah dua belas!”

            Vita cemberut dan diam. Dia tak bisa berkata apa-apa lagi karena ini merupakan kesalahannya. “Iya, gue salah,” ucapnya.

            “Terus tadi nggak masuk sekolah kenapa?”

            Telak sekali pertanyaan Hendra. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, mungkin pepatah itu sangat mewakili keadaan Vita sekarang.

            “Emm.. tadi gue..”

            “Gue apa?” potong Hendra. “Gue pergi sama Alvent iya?” Hendra murka. Tak pernah Ia pikirkan adik ceweknya ini dengan mudahnyaberbohong.

            “Gue enggak bermaksud kayak gitu, maaf.” Air mata mulai membasahi pipi Vita. Dia menangis juga takut. Jujur saja Vita tak pernah melihat abangnya semarah ini.

            “Masuk kamar!”

            Vita tersentak dan langsung lari memasuki kamarnya. Dibantingnya pintu kamar dan menelungkupkan badannya ke kasur. Menangis sejadi-jadinya. Lama sekali cewek itu menangis sampai lelah dan terlelap.


            “Maafin gue ya Vit, gue nggak bermaksud buat elo sedih. Gue cuma nggak pengen elo kenapa-kenapa. Gue sayang sama elo.”

            Cup

            Hendra menyium kening adiknya sesaat sebelum Ia keluar dari kamar Vita. Menutup pintu dan membiarkan Vita kembali dengan bebas ke mimpinya.


            -ooo-


            Hari menjelang pagi. Kicauan burung mulai bersahutan. Sinar matahari berebut memasuki celah kecil dari jendela kamar Vita. Sedangkan sang empunya masih tergolai lemas di atas tempat tidurnya.

            Kring.... kring....

            Suara itu menyakiti telinga Vita. Memaksa cewek itu terbangun untuk keselamatan pendengarannya. Dengan malas Vita bergegas ke kamar mandi. Membersihkan badannya dan bersiap untuk memulai hari.

            “Ssst dah mata gue bengkak amat,” ucapnya ketika Dia melihat pantulan bayangannya dari kaca. “Nangis berapa jam sih gue?”

            Lama sekali Vita menghabiskan waktunya di kamar mandi. Walaupun tomboy ternyata Vita tak kalah sibuknya dengan cewek-cewek genit yang jika sudah memasuki kamar mandi.

            “Non, buruan, udah ada yang nunggu,” suara bi Inah menembus memasuki kamar mandi. Menggangu kenyamanannya.

            “Iya Bi.”


            Vita menuruni anak tangga dengan tergesa, Dia penasaran dengan orang yang dikatakan bi Inah. Dipikirannya saat ini hanyalah Alvent atau mungkin abangnya? Vita jadi kikuk sendiri melihat abangnya yang sedang sarapan di ruang makan. Ada rasa canggung setelah kejadian tadi malam. Kejadian saat melihat Hendra murka karena kesalahannya.

            “Gue berangkat duluan.” Baru saja Vita duduk, Hendra suda ngeloyor pergi tanpa melihat ke Vita sebentar saja. Air matanya keluar lagi. Vita menangis.

            Andai Bunda di rumah, past abang nggak akan marah lama-lama, batin Vita.

            Hanya meminum susu, Vita langsung berangkat sekolah. Bahkan Dia hampir lupa bahwa ada seseorang yang menunggunya sedari tadi.


            “Hai Vit,” sapa seorang cowok saat Vita menampakan dirinya di hadapan cowok tadi. Vita tercengang dengan orang yang menyapanya di pagi hari ini. “Hai,” balasnya singkat.

            “Ngapain ke sini?”

            “Mau jemput kamu dong.”

            “Buat apa?”

            “Masak mau nganter pacarnya nggak boleh?”


-ooo-


            Alvent menatap refleksi cermin di depannya, sembari sesekali tersenyum, Dia merapikan lagi seragam putih abu-abunya. Setelah puas dengan penampilannya Dia turun ke bawah, menyeruput susu cokelat bikinan Bi Inem, pembantunya dari Dia berumur 3 tahun.


            To: Vita (Bebek China)
            Gue jemput elo sekarang...


            Setelah menekan tombol send di layar handphonenya. Alvent mengambil kunci mobil dan meluncur ke rumah Vita.


-ooo-


            Vita menatap layar handphonenya, ada satu sms dari Alvent. setelah membaca cepat-cepat Dia hapus sms itu.

            “Sms dari siapa?”

            “Ha? Bukan dari siapa-siapa. Biasa sms nggak penting dari operator,” kilah Vita cepat.


-ooo-


            Alvent menatap lurus rumah berlantai dua dengan cat biru itu. Tak pernah disangkanya jika sekarang Dia tahu tempat tinggal gadis yang dicintainya. Dia sangat berharap hari ini adalah hari baik baginya. Hari yang spesial di tanggal
yang spesial ini. Tanggal 11 bulan 11 tahun 2011.

            Alvent turun dari jazz merahnya. Dengan langkah perlahan, Dia memasuki pekarangan rumah Vita. Melihat ada Bi Inah sedang menyiram bunga-bunga peliharaan Vita, maka Alvent menghampirinya dan meminta untuk memanggilkan Vita.

            “Loh aden nggak tau kalo non Vita udah berangkat?” Tanya Bi Inah bingung.

            Kening Alvent berkerut. “Berangkat sama siapa Bi?”

            Lalu Bi Inah memberitahu. Bahwa anak majikannya itu sudah dijemput oleh pacarnya tadi pagi. Jawaban yang membuat Alvent lemas. Ternyata selama ini penantiannya sia-sia. Vita sudah ada yang memiliki.

            “Pacarnya siapa Bi?” Alvent penasaran dengan pacar gadis yang ditaksirnya sejak lama itu.

            “Namanya den Rian, temennya den Hendra.”

            Terjawab sudah penantian Alvent lima tahun ini. Mungkin kejadian kemarin bukan alasan yang kuat bahwa Vita juga menunggunya. Menunggu dengan waktu yang lama hanya untuk satu cinta. Berpindah dari satu hati ke hati yang lain hanya untuk menemukan hati yang pantas untuk didiami. Hati yang memang nyaman untuk di satukan dengan hatinya.


-ooo-


            Rian menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang SMA Persada. Sekolah yang dulu membuat banyak kenangan dalam hidupnya. Bangunan yang mempertemukan Dia dengan gadis di sebelahnya ini. Cintanya dengan Vita memang karena cinta lokasi. Cinta antara kakak kelas dengan adik kelas. Cinta yang bermula dari peristiwa MOS. Pandangan pertama dan berlanjut hingga pandangan-pandangan berikutnya. Pandangan yang tetap sama seprti satu tahun yang lalu saat Dia memandang Vita yang masih mengenakan seragam putih birunya dan dengan kucir lima di kepalanya. Membuat rindu ingin kembali.

            “Aku turun ya.” Suara Vita membuyarkan kenangan yang sedang berputar di otak Rian. Suara yang dirindukannya tiga bulan belakangan ini.

            “Oke, hati-hati. Belajar yang serius.” Rian memandang Vita lembut, tersenyum dan mengusap ujung kepala Vita seperti biasanya. “Love you dear.”

            Rian melihat Vita. Lalu mendengarkan jawaban dari gadis itu seperti layaknya kekasih yang sering mencurahkan kasih sayang melalui kata-kata. Rian tetap bertahan di tempatnya. Mengawasi punggung Vita hingga menghilang bersama siswa-siswi lainnya.

            Rian sangat yakin jika Vita adalah cinta sejatinya, walaupun keadaan sekarang memang susah untuk keduanya. Mereka harus menjalani hubungan jarak jauh karena Rian melanjutkan pendidikan di UGM. Dan ini membutuhkan kepercayaan berlipat dan rasa cinta yang tak akan pergi hanya karena tempat dan waktu.


-ooo-


            Selama jam pelajaran Vita selalu gusar. Dia merasa tidak enak dengan Alvent. Sudah berkali-kali dicobanya untuk sms ataupun telepon tapi satupun tidak dijawab cowok itu. Dan jam istirahatpun dipilihnya untuk menghampiri cowok itu.

            “Vent!!!” Panggil Vita saat melihat Alvent di lapangan basket saat jam istirahat. Tapi Alvent tak bergeming, cowok itu tetap memfokuskan matanya dengan bola berwarna orange itu.

            “Vent! Vent!” Vita mencoba memanggil Alvent lagi, sekarang dengan frekuensi suara yang lebih keras. Tapi tetap saja Alvent tak berpaling. Akhirnya Vita menyerah, Dia lebih memilih menghapirinya daripada teriak-teriak dari lantai dua sekolahnya seperti orang gila.

            “Gue mau ngomong sama elo.” Vita sudah berada di depan Alvent. Dengan paksa Alvent ditarik ke pinggir lapangan. Sekarang mereka berdua sedang dalam keadaan yang tidak bisa dijelaskan. Vita ingin bicara dengan Alvent empat mata.

            “Gue mau minta maaf.” Ucap Vita kemudian. Berbicara tepay di manik mata Alvent, sehingga mengunci pandangan cowok itu dari hal-hal yang lain.

            “Nggak ada yang perlu dimaafin.” Jawab Alvent cuek. Dia masih sakit hati atau mungkin cemburu dengan status Vita sekarang.

            “Mending kita nggak usah deket kali ya. Anggep aja kita bukan temen masa kecil atau sebangsanya. Anngep aja kita ini temen satu angkatan yang nggak saling kenal. Anggep aja kita kenal karena tugas wawancara dari Pak Christ. Anggep aja..”

            “Ssst,” telunjuk Vita menghentikan perkataan Alvent yang dianggapnya ngelantur. “Elo ngomong apa sih?”

            “Gue nggak mau jadi orang ketiga di hubungan kalian. Walaupun gue suka sama elo tapi Gue masih punya harga diri Vit.” Alvent akhirnya mengungkapkan perasaannya. Vita terdiam mendengar ucapan Alvent, ternyata Alvent telah mengetahui semuanya. kenyataan yang terlalu cepat diungkap. Kenyataan yang pahit untuk Vita maupun Alvent.

            “Tapi gue nggak mau jauh dari elo.” Kata-kata Vita terdengar memelas. Matanya berubah menjadi sendu. Memohon agar Alvent tak menjauhinya karena hanya statusnya kini.

            “Gue tetep mau deket sama elo tapi saat elo udah nggak punya ikatan apapun sama orang lain.” Lalu Alvent meninggalkan Vita di pinggir lapangan basket. Dalam langkahnya Dia mendengar isak tangis Vita. Dia ingin kembali di tempat Vita. Memeluk gadis itu, berbicara bahwa Dia tak akan menjauhinya. Mengatakan bahwa Dia tetap mencintainya walaupun sulit. Tapi itu tak bisa dilakukannya. Bahkan Alvent telah menghiraukan kata hatinya itu.



-ooo-