Selamat membaca ;))
-ooo-
Ternyata Aku Suka Kamu
Pilihan Terakhir
-ooo-
Perjanjian itu mengakhiri semua rasa. Memberi batasan pada kehidupan dua anak manusia yang saling jatuh cinta. Perjanjian yang membuat mereka saling menjauh karena salah satu dari mereka telah berkotmitmen dengan orang lain. Cinta yang telah terucap kini harus terpendam lagi.
“Udah Vit! Nggak usah deket-deket aku lagi!!” Bentak Alvent dengan suara sedikit bergetar. Sesaat kemudian rasa bersalah menyelimuti hatinya ketika melihat mata Vita mulai berkaca-kaca.
“Sabar bro,” Age menepuk pundak Alvent, berusaha menenangkan emosi sobatnya itu. “Sekarang elo ke kelas aja Vit,” ujar Age kepada Vita. Sebelum gadis itu pergi, Age mengambil air isotonik yang dipegang oleh Vita. “Makasih buat minumnya.”
Alvent melihat Vita pergi menjauh darinya. Punggungnya sedikit berguncang, mungkin sekarang Vita sedang menangis.
“Nih,” suara Age membuyarkaN pandangan Alvent dari Vita. Diambilnya air isotonik dari tangan Age. Air isotonik dari Vita yang tadi sempat ditolaknya.
Glek!
Glek!!
Glek!!!
“Tadi sok nolak, eh sekarang malah abis,” cibir Age yang melihat Alvent hampir menghambiskan air ditangannya. Sedangkan Alvent hanya meliik dan kembali ke aktivitasnya. Ternyata cemburu bikin haus, pikir Alvent.
“Gue mau tanya Vent,” nada Age mulai serius. Sepertinya memang benar-benar ada hal yang harus dibicarakan. “Kenapa sekarang elo jauhin Vita?” Sebuah pertanyaan meluncur mulus dari bibir Age. Sederhana tapi memerlukan banyak keberanian dan unsur perasaan dalam jawabannya.
“Kok elo Cuma diem? Kenapa?” tanya Age lagi karena Alvent tak kunjung menjawab.
Alvent menghela nafas panjang. Memandang lurus luasnya lapangan basket SMA Persada. Sebenarnya tak ada alasan khusus untuk dia menjauhi Vita sejauh ini. Jarak yang dibikinnya juga tidak perlahan tapi langsung kasat mata. Menjauh tanpa persiapan dan aba-aba. Menjauh dengan meninggalkan dan melupakan segala perasaannya.
“Vita udah punya pacar bro!” Akhirnya kata-kata itu keluar. Satu-satunya alasan yang memang dia miliki.
“Cuma gara-gara itu?” Alasan yang tak masuk akal untuk Age. “Gara-gara Vita punya cowok elo jauhin dia? Ngediemin semua kelakuan dia selama ini? Vita nyapa elo, elo diemin, gara-gara cewek itu punya cowok? Ck..ck.. nggak nyangka gue, satu tahun elo ngehindar dari Vita Cuma gara-gara cemburu.” Age membeberkan lagi kelakuan Alvent satu tahun kebelakang. Kelaukuan Alvent yang sangat dingin kepada Vita. “Enggak jantan lo Vent!” cibir Age.
“Gue kayak gitu karna gue suka sama Vita.”
“Itu namanya egois! Elo sama aja nyakitin perasaan cewek yang elo sayang! Elo itu pecundang!”
Dan bough!!
Bough!!
Pipi kanan dan kiri Age terkena hantaman keras dari kepalan tangan Alvent. Dia jengah dengan ucapan sahabatnya itu.
“Elo itu nggak tau masalahnya! Jangan asal ngomong kalo nggak tau masalahnya!” Alvent lepas kontrol.
Age membiarkan emosi menyelimuti Alvent. Dibiarkan Alvent menarik kerah bajunya. Sehingga mereka berjarak sangat dekat. “Gue tau masalahnya. Elo itu suka sama Vita dan elo nggak terima karna bukan elo yang ngedapetin hatinya tapi cowoknya sekarang.” Kata-kata Age semakin liar, semakin membuat amarah Alvent memuncak.
Bough!!! Satu pukulan lagi telak menghantam wajah Age sampai ia tersungkur.
“Jaga mulut lo! Dasar bangsat!!”
Alvent berdiri di atas badan Age dengan terengah-engah mengatur nafasnya. Sedangkan Age berusaha berusaha berdiri menjajari Alvent.
“Ayo pukul trus, biar elo puas! Dasar pengecut!” dan benar, perkataan Age dilakukan oleh Alvent. Pipi kanan, pipi kiri, rahang bawah dan perut Age semuanya dipukul bertubi-tubi oleh Alvent dan tanpa ada perlawanan. Perkelahian itu berlangsung cukup lama. Darah yang keluar dari tubuh Age dan lebam tak juga menghentikan tindakan Alvent. Perkelahian itu berakhir ketika keduanya tersungkur di pinggir lapangan. Sampai Alvent sudah kehabisan energi.
“Udah puas?” Ujar Age saat melihat Alvent tak memukulnya lagi. Ada rasa lega di hatinya, akhirnya dia tak harus merasakan sakit lagi walaupun dia tahu sehabis ini bekas pukulan Alvent akan meninggalkan perih yang luar biasa.
“Puas banget!” jawab Alvent. “Thanks banget bro!” sambungnya lagi seraya menepuk-nepuk bahu Age.
“Oke-oke.” Age tersenyum melihat Alvent senang. Akhirnya Alvent bisa meluapkan emosinya walaupun dia yang menjadi sasarannya. “Tapi tetep sakit Vent,” sambungnya lagi sambil memegang ujung bibirnya yang mengeluarkan darah.
“Sorry,” ucap Alvent. Dia terkekeh melihat Age kesakitan, sedikit jahat memang tapi bagi Alvent, Age adalah sahabat terbaiknya saat ini dan selamanya. Sahabat yang mengerti tanpa harus mengatakan apa yang harus dikatakan.
“Gue bakal temenin elo sampe sembuh deh, walopun harus bolos.”
“Dih, enak banget hidup lo, habis mukulin gue, terus jadiin gue alesan biar bolos,” cibir Age. Lalu mereka berdua tertawa dengan latar matahari tenggelam di depan mereka. Hari yang tak akan mereka lupakan dalam kisah remaja mereka. Cerita tentang persahabatan dan cinta dalam balutan seragam putih abu-abu.
-ooo-
Dalam acara promnight SMA Persada Vita dengan berani menghampiri Alvent yang tengah berkumpul dengan teman-temannya.
“Vent,” panggil Vita. “Kita bisa ngobrol sebentar?”
Alvent menoleh dan melihat Vita di sampingnya. Setelah berpamitan dengan teman-temannya akhirnya Alvent bersama Vita keluar dari aula besar sekolahnya menuju taman di samping gedung itu. Sekarang perasaannya mulai tenang saat Vita bersamanya.
Sudah beberapa menit mereka sampai di taman itu. Duduk berdua di kursi yang ada. Tapi keduanya belum juga mengawali perbincangan. Hening mulai menyelimuti malam itu, suasana yang berbeda dengan acara promnight mereka yang meriah di dalam sana.
“Hallo,” ucap Vita. Alvent menengok ke Vita, ternyata gadis itu tidak berbicara dengan dirinya tapi dengan benda kecil yang di genggamnya.
“Iya kenapa Bee?” Vita mendengar sahutan di seberang sana. Suara yang besar dan lembut.
“Aku mau kita putus Ian.” Kata-kata itu menyentakan pendengaran Alvent yang ada di sebelahnya. Kata-kata yang tak pernah dia pikir untuk mendengarnya. Dan sama dengan Alvent, Rian yang sedang bersantai di tempat tidur langsung terperanjat.
“Kamu nggak usah bercanda Vit.”
“Aku serius. Kamu terlalu baik buat aku.” Ujar Vita.
“Aku ketempat kamu sekarang.” Lalu hubungan via telepon itu terputus seketika. Air mata sudah meluncur membasahi pipi Vita. Tindakan yang penuh keberanian baru saja dia lakukan. Menghapus satu nama di hatinya dan menyisakan satu nama. Alvent, nama laki-laki itu.
“Kamu udah dengerkan Vent? Aku udah putus sama Rian.” Vita menatap Alvent tajam, seperti ingin menguatkan perkataannya tadi. Bahwa hanya dirinya yang Vita cintai. “Jadi, jangan jauhin aku lagi,” pintanya kemudian.
Alvent mengangguk dan mendekap gadis itu. Menenangkan bahunya yang berguncang keras dalam pelukannya. Sepertinya luka yang dia berikan kepada Vita terlalu banyak dan dalam.
“Maaf ya Vit,” ucap Alvent yang tetap memeluk Vita. Gadis itu hanya mengangguk sambil sesekali menyeka air matanya.
Pelukan itu berlangsung sangat lama, sampai keduanya tak menyadari bahwa ada seseorang yang melihat kejadian itu dari jauh. Melihatnya dengan penuh penyesalan. Rianlah yang melihat mereka, dan sekarang dia tau apa penyebab hubungannya dengan Vita kandas. Dia menyadari bahwa cinta yang mendasari suatu hubungan dan saat salah satu diantaranya sudah tak mencintai, bagaimanapun usaha yang dilakukan, hubungan itu akan berakhir juga.
To: Vita
Makasih buat selama ini. Aku bahagia jika kamu bahagia.
Pesan singkat itu mengakhiri rasa cintanya dengan Vita sebagai kekasih. Mulai saat ini dia akan tetap mencintai Vita tapi sebagai sahabat ata mungkin adik.
“Udah nangisnya?” tanya Alvent saat Vita mengurai pelukan mereka. Vita hanya mengangguk malu-malu.
“Sekali lagi aku mau minta maaf sama kamu atas segala kelakuanku selama ini.” Alvent meminta maaf lagi kepada Vita.
“Aku udah maafin kamu dari dulu,” jawabnya dengan suara khas orang sehabis menangis. “Seharusnya aku yang minta maaf, soalnya aku udah bikin kamu marah selama ini,” sambungnya lagi.
“Aku juga udah maafin kamu dari dulu.” Alvent tersenyum, senyuman yang sangat dirindukan Vita. “Vit, aku mau ngomong serius sama kamu,” sekarang tangan mereka sudah saling menggenggam. “Kamu mau jadi pacar aku?” Akhirnya pertanyaan itu keluar dari bibirnya. Pertanyaan yang sangat lama ingin Alvent lontarkan.
“Ya, aku mau jadi pacar kamu.” Vita tersenyum lalu memeluk Alvent lagi. Di saat seperti inilah dia bisa merasakan besar cintanya kepada Alvent.
“Woy! Pacaran mulu, masuk gih acaranya udah mulai,” teriak Age di depan mereka. Teriakan yang salah tempat dan waktu.
“Ganggu gue aja lo!” cibir Alvent yang sebal dengan kedatangan makhluk yang bernama Age itu. “Yuk Vit masuk,” ucapnya kepada Vita. Lalu mereka bertiga masuk ke aula. Berbaur bersama teman-teman yang lain. Menikmati malam terakhir mereka sebagai siswa SMA Persada.
“Entar cerita ke gue,” bisik Age di telingan Alvent. “Sip,” jawab Alvent sambil mengangkat jempolnya.
Dan kisah cinta Alvent di masa putih abu-abu selesai dengan indahnya. Cinta yang bertepuk sebelah tangan sudah tertangkup menjadi satu bersama cinta dari Vita. Cinta memang tak akan pernah sia-sia.
SELESAI
Kasian Rian.
BalasHapusPanda jepang minta cium it jadi gak? Kkkk...
Feel nya kurang dapat.
Tpi udah bgus kok.
iya, susah nulis biar dapet feelnya :(
BalasHapusmakasih ya sayang komentarnya ;D