SELAMAT DATANG
Ingin mengetahui siapa saya? Ayo, tinggal baca blog saya. Banyak hal yang akan saya bagi disini. Let's fun with me...
Sabtu, 29 Juni 2013
PutihDan Abu-Abu (2)
PutihDan Abu-Abu
***
Seperti malam yang harus melewati siang, seperti pelangi yang harus merasakan hujan dan seperti cinta yang setiap waktu siap terluka.
***
Vita mulai menikmati masa putih abu-abunya. Sudah hampir satu tahun dilaluinya dengan segala rintangan. Segalanya yang kadang membuat dia berpikir untuk cabut dari sekolah itu. Pergi entah kemana saja saat menghadapi Hendra juga Alvent. Menghadapi Hendra, sang pentolan sekolah itu. Menghadapi Alvent yang berpotensi menjadi pengganti Hendra saat seniornya itu sudah lulus. Juga melihat perang terbuka antara mereka yang melibatkan dirinya. Vita benar-benar tak tahu harus sedih atau bahagia saat tahu kalo dirinya direbutkan makhluk paling populer di sekolah. Tapi jika harus memilih, Vita pasti akan memilih Alvent, teman sebangkunya yang mulai meluluhkan hatinya. Memilih Alvent saat rahasia masih menyelimuti harinya.
“Vit entar pulang sekolah bareng gue ya,” kata Alvent disela-sela pelajaran Fisika saat jam terakhir.
“Hmmm,” jawab Vita singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari rumus-rumus vektor yang ada di papan tulis.
“Tapi entar gue mau ke ruang osis dulu, mau ngumpulin angket kemaren. Elo tunggu gue di parkiran langsung.”
“Iye, tapi kalo lama gue tinggal.”
Alvent tersenyum. Akhirnya perjuangan dia tak sia-sia. Langkah yang benar-benar berani. Awal yang tak mudah untuknya. Resiko yang tak tau kapan akan datang padanya.
***
Setiap hidup ada takdirnya. Setiap pertemuan ada ujungnya. Mungkin setiap ingatan juga tak akan terlalu lama tersimpan. Semua ingatan itu. Semuanya tanpa sisa. Tak ada yang bisa diingat tentang sosok Hendra Setiawan di mata Vita Marissa. Semuanya seperti baru. Seperti doa yang dilihat dari surga. Hilang sesuai harapannya di masa lalu. Semuanya berjalan seperti itu.
Sebenarnya kisah ini bukan sekedar kisah remaja biasa yang bisa diceritakan. Bukan kisah indah yang semula diharapkan. Kisah ini terlalu rumit untuk dijelaskan. Kisah ini kehilangan makna dalam setiap tulisan yang akan dibuat. Vita juga begitu. Kehilangan arah dalam hidupnya. Kehilangan kepingan hidup yang entah hilang dimana. Kehilangan cintanya tapi menemukan kembali cintanya yang berbeda. Dia benar-benar frustasi saat semuanya dijelaskan oleh Hendra. Semua kejadian itu. Kejadiaan yang benar-benar susah untuk diterimanya. Dipercaya? Entahlah.
“Aku pacar kamu,” kata Hendra di depan Vita siang itu. Kata-kata yang memang harus diungkapkan oleh cowok itu. Saat itu juga sebelum semuanya terlambat. Sebelum semuanya berubah.
Vita terdiam mendengarnya. Suara itu begitu jelas ditelinganya. Bahkan hanya suara Hendra yang terdengar di telinga gadis itu.
“Pacar? Sejak kapan?” Gadis itu masih bingung dengan maksud orang di depannya.
“Sejak satu tahun yang lalu.”
“Nggak usah bercanda deh lo. Gue nggak suka ya! Ngaku-ngaku pacar gue? Inget kenal sama elo aja enggak.” Vita mendorong Hendra. Kesal dengan kata-kata yang dikeluarkan cowok itu.
Hendra mendesah kecewa. Dia sudah tau semua yang terjadi. Sudah tau apa yang akan didapatkannya. Tapi sebelum mengatakannya tadi dia masih berharap bahwa masih ada sisa hubungan mereka yang terekam dalam benak Vita. Setidaknya masih ada dirinya di hati Vita. Ternyata rasanya masih sakit walaupun dia sudah menduganya. Terlalu sakit jika dirasakannya lagi.
“Jelas kamu nggak inget sama aku. Kamu kecelakaan. Kamu lupa ingatan. Semuanya ilang. Gimana kamu bisa inget kalo aku pacar kamu waktu kamu aja nggak inget nama kamu sendiri waktu itu.”
Vita mencerna seua kalimat yang terlontar dari bibir Hendra.
“Aku punya semua bukti kalo aku pacar kamu. Semuanya lengkap. Bahkan kamu bisa tanya sama Alvent.”
Kerongkongan Vita terasa kering. Kenyataan itu terlalu sakit. Alvent juga tau?
***
Alvent keluar dari ruang osis dengan langkah yang ringan. Bayangan Vita yang sedang menunggunya membuat bibir cowok itu tak capek untuk terus tersenyum. Obrolan apa yang akan dia lakukan saat perjalanan pulang nanti? Apakah mereka akan langsung pulang? Dan semacam itu yang terus berkutat dipikirannya sesaat sebelum dia melihat kejadian yang benar-benar suram. Vita bersama Hendra.
“Lo ngapain Vit sama Hendra?” kata Alvent yang sepertinya membuyarkan obrolan serius gadis itu dengan Hendra. Aura yang buruk.
“Ha? Enggak. Tadi nggak sengaja aja ketemu sama Hendra.” Jawab Vita yang masih bingung dengan apa yang baru terjadi. Hendra? Alvent? “Udah yuk pulang Vent. Pala gue tiba-tiba pusing.”
Alvent mengiyakan permintaan Vita. Cowok itu dengan dingin menangkap tatapan Hendra yang tak lepas dari Vita. Tatapan yang lama tak dilihatnya. Tatapan yang sulit dijelaskan. Dengan langkah kaku Alvent menuju motornya diikuti dengan Vita. Setelah itu mereka berlalu dari hadapan Hendra.
“Tadi lo ngomong apaan Vit sama Hendra?” tanya Alvent yang membagi fokus antara jalanan dan gadis yang sedang duduk di belakangnya itu.
“Nggak ngomong apa-apa.”
Alvent tak melanjutkan lagi. Dia tau sesuatu yang buruk itu telah tampak diantara mereka. Perjanjian yang sepertinya dirusak oleh salah satu diantara mereka. Alvent yakin hubungan mereka di masa lalu harus segera dibereskan. Kenyataan yang memang harus diungkapkan. Perasaan yang mungkin harus direlakan setelah semuanya selesai. Dan mulai hari itu satu demi satu rahasia akan terungkap tanpa waktu yang jelas. Segala keputusan yang akan mengurai banyak air mata diantara mereka.
***
Akhirnya bisa nulis lagi. selamat membaca ya semuanya. mohon kritik dan sarannya. yang suka monggo dilike. semoga suka deh :)
Mayanglee~
***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar