Ketukan dari meja di sudut caffe itu tak berhenti sejak sepuluh menit yang lalu. Dengan ditemani segelas coklat panas -minuman kesukaannya- Dia tetap setia duduk disana sendiri.
“Maaf ya Vit, kamu jadi nunggu lama,” katanya. Vita melihat orang itu -yang sekarang sudah duduk dihadapannya. Sedikit kesal sih tapi mau gimana lagi, yang penting orang itu sudah datang.
Vita tersenyum mengerti. “Belum lama kok nunggunya.”
“Mau bicara apa?” tanyanya yang belum mengerti arti undangan Vita tadi pagi.
“Cuma kangen sama kamu aja.”
Vita mengatakannya dengan lirih. Gejolak dihatinya tak dapat bisa dia pungkiri lagi, bahwa laki-laki yang didepannya saat ini adalah pencuri hatinya.
Alvent tersenyum mendengar perkataan Vita. Wanita di depannya ini adalah wanita yang bisa meluluhkan hatinya. Wanita yang memaksanya untuk menicintainya diawal dan pada akhirnya Alvent akan mencintai Vita dengan sukarela tanpa perlu disuruh untuk mencintai Vita seperti lima tahun yang lalu saat mereka masih berada di masa putih abu-abu.
-ooo-
“Jadi nama lo siapa?”
“Gue? Alvent.”
“Oke! Mulai sekarang lo jadi pacar gue!”
Alvent ternganga mendengar perkataan seorang cewek yang tiba-tiba memintanya untuk menjadi pacarnya itu. Alvent masih meneliti cewek dihadapannya ini, cantik sih tapi dia takut jika cewek didepannya ini mengalami psikopat.
“Ogah!!” kata Alvent tegas menolak permintaan cewek itu.
“Emang ada yang kurang dari gue?” tanyanya yang tak terima jika Alvent menolaknya. “Gue ini cantik, pinter dan gue anak yang punya ini sekolah,” lanjutnya lagi dengan menyombongkan diri.
“Gue enggak mau pacaran sama orang yang enggak gue kenal,” jawab Alvent mantap.
Cewek dihadapan Alvent menghembuskan nafasnya pelan. “Nama gue Vita,” katanya kemudian. “Elo udah kenal gue, jadi sekarang elo pacar gue titik.”
Alvent diam ditempat seraya melihat kepergian cewek yang bernama Vita tadi. Jadi itu yang namanya Vita, batinnya. Cewek yang dikagui sejagat SMA Tri Tunggal. Cewek yang selalu menjadi bahan obrolah Age, teman sebangkunya sejak tiga hari yang lalu. Maklumlah Alvent adalah murid baru pindahan dari Surabay. Tapi baru tiga hari dia berada di Jakarta, dia sudah ditodong menjadi pacar seorang cewek yang bagi Alvent memiliki kepribadian ganda.
-ooo-
Mentari bersinar terik pagi ini. Burung-burung berkicau dengan merdunya. Alvent yang baru bangun dari tidurnya berjalan mendekat jendela kamarnya. Disibakannya gorden berwarna biru laut itu. Udara pagi dan terik matahari langsung menyambut permukaan kulitnya. Sejenak dia berdiri di sana. Menikmati anugrah Tuhan pagi itu.
“Vent ada yang jemput kamu tuh,” tiba-tiba seorang wanita paruh baya berteriak dari luar kamar Alvent.
“Siapa mi?” tanyanya dengan berteriak juga. Malas jika harus turun dari kamar.
Wanita paruh baya itu memasuki kamar putranya. Dilihatnya anak bungsunya itu berada di balkon kamar tidurnya. Masih seperti dulu, kebiasaan yang belum hilang.
“Ada cewek kamu di luar,” katanya lembut.
“Cewek siapa mi?”
“Cewek kamulah,” jawab sang mami yang mulai bingung. “Di luar ada cewek kamu. Katanya, dia mau jemput kamu buat berangkat sekolah bareng.
Malu-maluin mami aja deh kamu Vent. Masak cewek yang nyamperin cowok? Harusnya kamu tuh yang nyamperin cewek kamu.”
Alvent bengong mendengar maminya mencerocos tanpa berhenti. Masalahnya bukan malu dan tidak malu, masalah utamanya Alvent belum punya cewek dan cewek yang mengaku menjadi ceweknya itu siapa?
Jangan-jangan... hati Alvent mulai merasa ada yang salah.
“Namanya siapa mi?” tanya Alvent memastikan dugaannya itu.
“Ngakunya sih Vita.”
Bingo! Dugaan Alvent benar. Mimpi buruknya ternyata masih berlanjut. Hari yang cerah memang tak menjamin cerahnya hari yang akan dilalui Alvent.
“Gila tuh cewek,” umpatnya seraya melangkahkan kakinya cepat-cepat menuju lantai bawah.
“Pacar sendiri kok dibilang gila, dasar anak muda jaman sekarang,” omel sang mami sambil geleng-geleng melihat kelakuan anak bungsunya itu.
-ooo-
Alvent menuruni tangga perlahan. Diedarkannya pandangannya ke sekeliling rumahnya. Itu dia, seorang cewek tengah duduk di sofa ruang tamunya sambil bermain handphone. Vita si cewek freak, batin Alvent ketika melihatnya.
“Ngapain lo ke sini?” tanyanya yang membuat Vita mendongak ke arah Alvent yang sekarang sudah berdiri tepat di depannya.
Vita mengulum senyum melihat cowok itu datang. Masih memakai kaos dan celana pendek. Ganteng-ganteng tapi belum mandi, batinnya.
“Jemput kamu dong sayang,” katanya manja membuat Alvent yang mendengarnya merasa geli.
“Emang gue mau dijemput sama cewek freak kayak elo? Nggak sudi tau!!!” kata Alvent kasar. “Mending lo pergi deh dari rumah gue,” usirnya kemudian.
Vita menebalkan mukanya. Benar-benar pelecehan perlakuan Alvent pagi ini. “Enggak mau!!” tolaknya mantap. “Gue mau pergi kalo sama lo!” lanjutnya lagi dengan senyum yang susah diartikan bagi Alvent.
“Loh kamu kok nggak mandi sih Vent? Sana mandi dulu, entar kamu sama Vita telat lho,” kata sang mami yang tiba-tiba muncul.
“Iyanih tante, masak Alvent minta Vita nemenin dia mandi, itukan nggak sopan ya tan?”
Rasain lo, batin Vita puas. Malu-malu deh.
“Ya ampun Alvent, kamu malu-maluin mami aja, sana mandi sendiri,” kata sang mami seraya mendorong Alvent ke dalam.
“Maaf ya Vit, Alvent suka gitu, manja,” jelas sang mami kepada Vita yang puas menjahilin Alvent di depan maminya sendiri.
“Nggak papa tan, saya udah tau sifatnya dia kok,” jawab Vita lembut.
“Kamu ini udah cantik, baik, pengertian lagi. beruntung Alvent dapet kamu,” puji sang mami.
-ooo-
Vita duduk di samping Alvent. Sengaja dipaksanya Alvent membawa mobilnya untuk berangkat sekolah hari ini, biar nanti waktu pulang Vita bisa bareng Alvent lagi.
“Mau lo apaan sih ngedeketin gue gini?” tanya Alvent dalam perjalanan menuju sekolah mereka.
“Entar elo juga tau,” jawab Vita membuat Alvent penasaran.
“Dasar cewek gila!!” omel Alvent tanpa memperdulikan perasaan cewek disampingnya ini. Belum ada 24 jam, Vita sudah merenggut kebebasannya.
“Terserah elo mau bilang gue gila, freak, psikopat tapi liat aja entar, elo bakal takluk sama gue!” kata Vita penuh dengan kepercayaan diri yang tinggi. Alvent, mangsa Vita selanjutnya dan dengan cowok disampingnya ini, Vita akan bermain dengan cinta, bermain dengan segenap rasanya, tanpa pernah menghiraukan karma yang akan didapatkannya kelak.
“Gue tunggu!!” jawab Alvent yang tak takut dengan perkataan Vita.
Mau main-main sama playboy lo? Nggak akan bisa!!!
to be continue...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar