Someone Like You
Jika memang aku mencintai dia tanpa ada balas, maka aku tak akan pernah menyesal bisa memberikan hati untuknya.
Aku menghembuskan nafasku dengan berat. Otakku sudah lelah memikirkan semua masalah yang ada. Pekerjaan, percintaan dan segala masalah hidup yang semakin hari bagiku semakin pelik. Bahkan pagi ini, kopi yang ku buat dengan dua sendok gula masih terasa pahit dilidahku.
Tiba-tiba pagi ini hujan turun. Rintik-rintik air mulai membashi tanah pekarangan rumahku. Semakin membuatku malas berpergian hari ini. Dan suasana seperti ini yang membuat aku rindu pada seseorang yang entah sekarang berada dimana.
Hendra, i miss you...
-ooo-
“Li sini,” pinta Hendra yang melihat Lili melintas dihadapannya.
Cewek putih dengan rambut pendek itu menghampiri Hendra dengan segera.
“Apaan?” tanyanya setelah berada di depan Hendra.
Hendra mengulum senyum. “Ikut gue yuk,” katanya kemudian langsung menggandeng Lili. Hendra mengajak Lili ke atap sekolah mereka. Melihat lingkungan SMA Brawijaya dari sana.
“Mau ngapain sih Ndra?” tanya Lili yang bingung. “Jangan bilang lo mau ajak gue bunuh diri,” cetus Lili asal.
Hendra menoyor kepala Lili. “Nggak mungkinlah.
“Sini ikut gue,” lanjutnya lagi.
Lili mengikuti titahan dari Hendra. Atap sekolah mereka memang cukup luas, mungkin jika untuk main lari-larian masih bisa. Tapi, dua orang anak kelas tiga sma lari-larian di atap sekolah akan membuat mereka dicap sebagai anak yang memiliki masa kecil kurang bahagia.
“Duduk sini Li,” kata Hendra yang menyuruh Lili duduk di sebuah pipa besar di sana.
Lili mengangguk dan langsung mengambil tempat di sebelah Hendra. Angin yang semilir membuat rambut Lili ataupun Hendra berantakan. Cukup lama mereka menikmati itu semua. Cuaca siang hari yang tak begitu terik dan terkadang suara pesawat yang terbang melintasi atas mereka membuat keduanya tersenyum.
“Li, aku mau ngomong sesuatu samakamu,” kata Hendra memecah keheningan. Tapi gemuruh di hatinya tak dapat cowok itu pungkiri.
“Apa? Muka lo kok tegang gitu sih?,” jawab Lili yang heran melihat perubahan mimik muka Hendra apalagi bahasanya yang tiba-tiba pake aku-kamu.
Hendra mengatur gemuruh di hatinya secara diam-diam. Ternyata keberanian yang dikumpulkannya dari setahun yang lalu masih belum cukup untuk mengucapkan itu semua. Tapi jika tidak sekarang kapan lagi?
“Aku Cuma mau bilang, i love you dear,” ucap Hendra akhirnya. Hatinya tiba-tiba terasa lega. Cintanya sudah terutarakan.
Lili bengong mendengarkan kalimat yang dikeluarkan Hendra tadi. “Tadi kamu bilang kalo kamu cinta sama aku?” tanyanya kemudian masih dengan raut muka tidak percaya.
Hendra menatap Lili tepat dibola matanya lalu dia mengangguk, mengiyakan pertanyaan dari cewek yang disayanginya itu. “Iya, aku cinta sama kamu,” ulangnya lagi.
Lili tak bisa memalingkan pandangannya, tatapan Hendra telah mengunci. Pernyataan Hendra telah membius hatinya. Lili senang, akhirnya Hendra mengatakan itu. Dan tanpa Lili sadari air mata sudah membasahi kulit pipinya itu.
Hendra langsung memeluk Lili saat itu juga. Tanpa perlu menunggu jawaban dari cewek itu, Hendra sudah tau. Lili ternyata juga suka padanya. Dan itu semua membuatnya senang.
Dalam pelukan Hendra, Lili masih menangis tapi ada satu hal yang ingin dia ucapkan. Dia juga ingin mengucapkan cintanya seperti Hendra.
“Aku juga cinta kamu Ndra,” bisik Lili tepat ditelinga Hendra. Dan sesaat setelah itu, hujan mulai turun menyambut hubungan baru mereka. Mereka sekarang lebih dari seorang sahabat.
-ooo-
Hujan menjadi saksi hubungan kita. Dan setiap hujan turun aku akan selalu mengingatmu.
“Mau kemana Ndra?” tanya Sansan calon istriku saat melihatku melangkah keluar rumah.
“Mau ngasih undangan ke temen sebentar,” jawabku padanya. “Aku pergi dulu ya,” kataku kemudian. Dan tak lupa ku kecup keningnya sebelum aku melanjutkan langkahku ke suatu tempat.
Aku mengendari mobil dengan jantung terus berdegub dengan cepat. Aku akan bertemu dengan seseorang yang sudah lama tak kujumpai. Seseorang yang pernah berarti dalam hidupku.
Di taman kota aku berjanji untuk bertemu dengannya. Tapi kulihat taman masih sepi, tak ada orang selain bapak-bapak penjual minuman. Tapi tak apalah sepertinya dia telat. Aku akhirnya duduk disebuah ayunan yang merupakan permainan anak kecil untuk menunggunya. Sambil menunggu aku mengingat saat-saat yang membuatku dan dia berpisah.
Andai aja Li, kamu tau alasan sebenarnya, cewek itu kak Ina, kakak aku, mungkin kita nggak akan berpisah...
-ooo-
“Aku nggak mau tau! Pokoknya kamu ke rumah sekarang!”
Lili menutup handphone dan langsung melemparnya di ranjang kamar tidurnya. Perasaannya sekarang campur aduk. Hubungan yang telah ia jalani bersama Hendra hampir empat tahun terancam kandas.
Ting tong...
Suara bel berbunyi, Lili langsung turun dari kamarnya dengan membawa sebuah amplop cokelat berukuran sedang. Dibukanya pintu berwarna cokelat itu yang langsung memunculkan tubuh Hendra dengan wajah yang sedikit pucat, tapi Lili tak memperdulikannya.
“Kenapa?” tanya Hendra langsung setelah Lili mengajaknya masuk.
Lili melemparkan amplop cokelat itu ke pangkuan Hendra. “Liat siapa yang ada di foto itu,” katanya kemudian.
Hendra mengambil amplop itu dan membukanya. Betapa kagetnya dia saat melihat foto dirinya dan seorang perempuan sedang berpelukan di rumahnya.
“Kamu dapet ini dari siapa?” tanyanya yang curiga Lili bisa mendapatkan foto-foto itu.
“Kamu nggak perlu tau. Yang penting aku mau kamu jelasin, perempuan itu siapa? Kamu selingkuh Ndra. Dibelakang aku kamu peluk-pelukan sama perempuan lain. Kamu udah nyakitin aku.”
Hendra hanya bisa diam. Dia bingung harus menjelaskan seperti apa.
“Dasar kamu pembohong!! Aku benci sama kamu!”
“Li dengerin aku dulu, perempuan itu...”
Lili menepis tangan Hendra yang ingin menyentuhnya. “Nggak usah pegang-pegang. Cukup! Aku udah nggak mau denger penjelasan kamu lagi!! Pergi!! Kamu itu emang cowok murahan!!!” Tapi setelah itu Lili membeku di tempatnya. Lili menutup mulutnya. Tak disangkanya bahwa dia bisa mengatakan itu semua.
Sama dengan Lili, Hendra mendengarnya juga merasa kaget. Hatinya terpukul, perempuan yang ia cintai bisa mengatakannya seperti itu.
“Udah puas nyela aku?!!” bentak Hendra. “Kamu nggak bisa berubah ya ternyata. Egois, keras kepala, kayak anak-anak tau nggak ??!! Kalo kamu nggak mau dengerin aku, oke, aku juga nggak akan jelasin ke kamu biar kamu nyesel nanti!! Dan denegr, mulai sekarang kita putus!”
Hendra membanting amplop cokelat yang tadi digenggamnya dan langung pergi dari hadapan Lili. Pergi bersama semua lukanya.
-ooo-
Ternyata benar, penyesalan selalu datang terakhir. Dan samapi sekarang aku masih menyesal karena telah membuatmu pergi dengan luka yang terlalu dalam.
Hujan masih rintik-rintik tapi aku harus tetap pergi. Hampir saja aku lupa jika sekarang aku punya janji dengan seseorang di taman kota. Sebenarnya aku tak ingin menemuinya tapi dia memaksa.
Aku menyusuri jalanan protokol dengan mobil jazz ku. Kulihat sekeliling. Sampai akhirnya pandanganku berhenti pada seorang laki-laki yang sedang duduk di ayunan. Masih seperti beberapa tahun yang lalu.
Setelah ku parkirkan mobilku, aku langsung menuju laki-laki itu yang dengan nyamannya menikmati permainan anak kecil itu. Aku duduk di ayunan di sebelahnya. Ternyata Hendra tak sadar jika aku sudah datang. Ku lihat wajahnya yang masih sama seperti dulu, bau parfumnya juga belum berubah.
“Hai Ndra,” sapaku yang membuatnya menengok ke arahku. Oh Tuhan, jangan tatap aku seperti itu.
Hendra tersenyum. Senyum yang sama. “Hai Li. Apa kabar?” tanyanya kemudian.
Aku balik tersenyum. “Baik. Kamu gimana? Udah lama nggak ketemu. Ada urusan apa?”
“Aku baik juga,” jawabnya. “Aku mau ngasih ini ke kamu,” katanya sambil menyodorkan sebuah undangan kepadaku.
“Apa nih?” tanyaku saat mengambil undangan itu. Ku baca dengan seksama, ternyata itu undangan pernikah Hendra dengan Sansan. Sansan sahabatku. Dan aku baru tahu sekarang. Bahkan Sansan tak pernah cerita hubunganya dengan Hendra kepadaku.
“Sansan?” tanyaku tak percaya dan Hendra mengangguk.
Aku mengangguk mengerti. Mataku mulai panas. Aku sakit hati, cemburu, marah, menyesal, semuanya jadi satu.
“Maaf Li, aku emang cinta sama kamu, tapi itu dulu. Sekarang aku cinta sama Sansan, aku mohon kamu lupain aku. Dan aku berdoa semoga kamu bisa nemuin penggantiku.” Katanya yang mencoba menenangkanku.
“Never mind, i’ll find someone like you,” jawabku yang sudah menangis.
Terimakasih sudah membaca ;))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar