Selamat membaca
-ooo-
Between Our Hearts
7
-ooo-
Hendra mulai mempersiapkan dirinya untuk mengungkapkan isi hatinya kepada Vita minggu depan. Tepat saat Vita akan berulang tahun ke delapan belas. Setiap hari dia bahkan mendapatkan informasi dari Lili tentang hal-hal yang belum diketahui oleh Hendra. Tentang Vita yang gemar membaca komik, mengoleksi boneka panda dan suka dengan drama Korea.
Lili yang senantiasa membantu Hendra selama ini dengan sangat tenang menyembunyikan perasaannya dari cowok itu. Tetap tersenyum saat menemani Hendra memilih hadiah untuk Vita. Bahkan sampai membantu Hendra menyusun kata-kata yang indah untuk Vita nanti.
“Ada yang mau aku omongin sama kamu,” ucap Hendra dengan gugup. “Aku suka sama kamu sejak dulu. Pertama aku cuma ngerasa sayang sebagai sahabat, tapi lama-lama aku baru mengerti kalo rasaku ini lain. Bukan sebagai sahabat.
Aku suka kamu sebagai pria dengan wanita. Aku cinta sama kamu. Kamu mau jadi pacarku?”
Lili tersenyum saat mendengar kata-kata itu dari mulut Hendra. Tulus dan begitu menenangkan. Kata-kata yang ditujukan untk Vita. Sedangkan dia sekarang hanya berpura-pura sebagai Vita. Sebagai boneka latihan untuk Hendra.
Aku juga sayang kamu Ndra, batin Lili yang berusaha menahan air matanya.
“Gimana Li?” tanya Hendra setelah selesai latihan untuk menembak Vita.
Lili mengangguk dan memberi kedua jempolnya untuk Hendra. “Bagus. Sukses ya buat besok.” Ucap Lili sambil menepuk pundak Hendra. Mencoba menguatkan dirinya sendiri.
-ooo-
Hampir satu tahun Vita hidup bersama keluarganya. Bersama orang tuanya dan bersama Lili, saudara kembarnya. Dan hampir empat bulan dia menjadi kekasih Alvent. Waktu yang tidak singkat.
“Besok gue ulang tahun. Nggak kerasa,” kata Vita saat melihat kalender di meja belajarnya. 29 Desember dilingkar warna merah oleh Vita.
Cewek itu tersenyum saat melihat bingkai-bingkai foto yang tertata rapi di atas meja belajarnya itu. Gambar dirinya dan sahabat-sahabatnya saat ulang tahun Vita tahun-tahun yang lalu. Gambar dirinya juga dengan eyang. Tapi ditahun ini akan ada satu tambahan bingkai yang akan menghuni meja itu. Besok gambar itu akan diambil tetap bersama eyang, sahabat-sahabatnya dan tambahan beberapa orang lagi. Orang tuanya dan juga Lili.
“Nggak sabar buat besok,” gumam Vita lalu berjalan ke tempar tidurnya. Merebahkan diri dan menuju alam mimpi.
Vita sudah terlelap dalam tidurnya. Orang rumah juga sudah menikmati mimpi masing-masing. Tapi Lili masih terjaga dari tidurnya. Matanya menatap langit yang penuh bintang malam ini. Angin malam yang dingin mulai menusuk tulang-tulang rusuknya. Hidungnya juga mulai berair. Tubuhnya mulai memberontak dengan suhu diluar.
Lili mengambil buku diarynya. Ditulisnya apa yang ingin dia tulis. Dicurahkan segala perasaannya selama ini. Doa-doa yang tulus, harapan untuk esok dan cinta yang dituangkan dalam lembaran kertas-kertas itu membuat hati Lili sedikit tenang.
“Uhuk.. uhuk..,” Lili menutup mulutnya yang telah mengeluarkan cairan kental berwarna merah. “Tuhan, jagalah aku malam ini,” ucapnya lirih dengan air mata yang mulai membasahi pipinya yang terlihat tirus itu.
Dan malam itu, disela batuk dan darah yang kadang keluar dari mulutnya, Lili tetap menulis apa yang dia inginkan. Karena inilah yang bisa dia berikan untuk orang yang dia sayangi.
-ooo-
Happy birthday to you
Happy birthday to you
Happy birthday to Vita
Happy birthday Lili
Papa, mama dan eyang menyambut kedatangan Vita dan Lili di ruang makan pagi ini. Sarapan yang indah untuk keduanya. Suasana yang belum pernah dirasakan oleh Vita. Dua buah kue tart yang dibawa oleh papa dan mama. Kue dengan hiasan lilin angka satu dan delapan.
“Ayo ditiup dulu,” kata eyang yang sangat semangat menanti hari ulang tahun cucu-cucunya.
“Vita tiup roti yang dibawa mama,” usul Vita cepat. Sejak lama dia menginginkan ulang tahun bersama kedua orang tuanya.
Semuanya setuju. Vita meniup lilin di kue yang dibawa mama sedangkan Lili meniup lilin di kue yang dibawa sang papa.
“Make a wish dulu,” cegah sang papa sebelum putri-putrinya meniup lilin.
Semoga tahun ini gue bisa jadi orang yang lebih baik lagi. Langgeng sama Alvent, amin.
Tuhan, berilah aku umur yang panjang, amin.
Lalu Vita dan Lili meniup lilin-lilin itu bersamaan. Lilin pembawa harapan untuk Lili dan lilin yang paling spesial dalam hidup Vita.
Setelah perayaan yang singkat itu Vita dan Lili bergegas berangkat sekolah diantar kedua orang tua mereka.
“Berangkat dulu ma, pa,” pamit Vita dan Lili setelah mencium tangan kedua orang tuanya.
Dan disini segalanya bermula. Hari ini, hari bahagia untuk Vita. Hendra yang sudah siap memberi kejutan untuk Vita. Sedangkan Alvent sangat berharap bisa jalan berdua dengan Vita malam ini.
“Happy birthday sayang,” ucap Alvent saat Vita muncul di kelas mereka. Dia memberikan seikat bunga mawar putih kepada Vita.
Vita tersenyum dan langsung memeluk Alvent. “Makasih ya Vent,” jawabnya sambil mengurai pelukannya. Untung kelas masih sepi sehingga adegan yang agak norak bagi Vita itu tidak diketahui siapa-siapa.
“Entar malem jalan sama aku. Aku masih punya banyak kejutan buat kamu. Mau kan?” ajak Alvent dan langsung diterima ajakan itu oleh Vita tanpa basa-basi.
“Mau banget!”
Tapi sayang keadaan yang romantis itu terganggu oleh kedatangan Hendra secara tiba-tiba dan membuat Vita dan Alvent menjadi kikuk.
“Happy birthday Vit,” ucap Hendra setelah berada di depan Vita.
“Makasih Ndra,” jawab Vita sambil memamerkan deretan giginya yang putih. “Kadonya mana?” todong Vita.
“Traktir dulu baro ada kado,” kata Hendra jail.
“Maunya,” cibir Vita yang ditertawakan oleh Alvent. “Apa lo ketawa-ketawa,” ketus Vita kepada Alvent.
“Emang gue ngetawain elo apa?” tukas Alvent cepat.
“Eh Vit entar pulang sekolah ikut gue yuk,” ajak Hendra. Alvent yang mendengar itu langsung memandang Hendra. Cemburu.
Vita yang tak kalah kaget tidak menjawab ajakan Hendra secara langsung. “Kemana?” tanyanya yang mencoba menutupi kekagetannya.
“Ke danau aja. Gue pengen kasih elo sesuatu,” terangnya. “Sorry Vent, gue mau pergi sama Vita aja boleh?” ijin Hendra kepada Alvent.
“Kok pake ijin gue segala sih?” tanya Alvent heran. Dia curiga jangan-jangan Hendra sudah tau status dia dan Vita sekarang.
Hendra menggaruk kepalanya. Kebiasannya jika bingung. “Iya juga sih. Elokan bukan pacar Vita kenapa gue harus ijin ke elo,” kata Hendra tenang. “Tapikan gue nggak enak, biasanya kita pergi bertiga tapi sekarang cuma gue sama Vita.”
Alvent menepuk pundak Hendra. “Nggak usah gitulah. Gue ngerti kok.”
Vita yang melihat itu jadi bingung sendiri. Hendra mengajaknya pergi berdua sedangkan dia tak bisa membaca pikiran Alvent saat ini.
“Gimana Vit?” tanya Hendra yang membuyarkan lamunan Vita.
“Ya udah,” jawab Vita pasrah.
Selama pelajaran berlangsung Alvent hanya diam. Vita yang melihat itu merasa aneh. Dan saat bel pulang berbunyipun Alvent tidak berbicara kepadanya.
“Kamu marah sama aku?” tanya Vita setelah kelas sepi tapi Alvent tak bergeming. “Kalo kamu nggak ijinin aku buat pergi sama Hendra aku bisa nolak kok,” lanjutnya lagi dan berhasil, Alvent berbicara.
“Aku nggak marah, aku cuma cemburu.” Kata Alvent yang membuat Vita tersenyum. Ternyata Alvent bisa cemburu juga.
“Maaf, aku..,” kata-kata Vita belum terselesaikan saat Hendra sudah berada di kelasnya. Menjemputnya untuk pergi bersama cowok itu.
“Yuk Vit,” ajaknya yang langsung menarik tangan Vita. “Duluan Vent,” pamitnya kepada Alvent yang diam di tempatnya.
Vita pasrah. Dia menurut kemanapun Hendra akan mengajaknya. Seperti janjinya tadi, Hendra membawanya ke danau. Tempat bermain mereka saat kecil dulu.
Hendra menyuruh Vita duduk di bawah pohon dengan ukuran besar di pinggir danau. Sedangkan cowok itu pergi entah kemana. Meninggalkan Vita sendiri.
Happy birthday to you
Happy birthday to you
Happy birthday to Vita
Happy birthday Vita
Satu kali lagi Vita mendengar nyanyian ‘Happy Birthday’ untuk dirinya. Hendralah yang menyanyi, datang dengan sebuah cup cake dan balon berbentuk hati di masing-masing tangannya.
“Selamat ulang tahun sahabat gue yang paling cantik,” ucapnya saat selesai menyanyikan satu lagu untuk Vita. “Ayo tiup lilinnya dulu,” lanjutnya dengan menyodorkan cup cake kehadapan Vita.
Vita mengangguk dan memejamkan matanya. Seperti tadi, dia membuat permohonan sebelum meniup lilin itu. Dan huffttt, lilin itu padam.
“Makasih Ndra,” ucap Vita dengan senyuman yang sangat manis.
Hendra melangkah mendekat dengan Vita. Menggenggam kedua tangan Vita dan meletakannya di dada.
“Kamu bisa ngerasain deguban jantungku?” tanyanya dan Vita mengangguk. “Ini yang aku rasain sama kamu sejak dulu,” lanjutnya dengan mata yang terus mengunci pandangan cewek dihadapannya.
Vita yang ditatap Hendra hanya bisa pasrah. Berdoa agar rasa yang dulu dimilikinya tidak muncul begitu saja.
“Ada yang mau aku omongin sama kamu,” ucap Hendra dengan gugup. “Aku suka sama kamu sejak dulu. Pertama aku cuma ngerasa sayang sebagai sahabat, tapi lama-lama aku baru mengerti kalo rasaku ini lain. Bukan sebagai sahabat.
Aku suka kamu sebagai pria dengan wanita. Aku cinta sama kamu. Kamu mau jadi pacarku?” Persisi seperti saat latihan dengan Lili. Kata-kata itu akhirnya terucap.
Vita tercengang. Hendra menembaknya. Hendra menyukainya.
Tak hanya Vita. Ada dua orang yang sedaritadi mengawasi Vita dan Hendra. Alvent dan Lili juga ada di sana. Lili yang memang tahu akan kejadian itu hanya bisa pasrah melihat itu semua. Sedangkan Alvent yang tak tau akan hal itu hanya bisa menunggu semoga kekasihnya bisa setia dengan cinta mereka.
Vita menggeleng lemah. Tangannya masih berada didada bidang Hendra, seolah-olah jantung Hendra berada ditangannya.
“Maaf, aku udah ada yang punya,” kata Vita jujur. “Aku udah pacaran sama Alvent,” sambungnya lagi.
Hendra yang mendengar itu tidak percaya. “Berapalama kalian pacaran dibelakang gue?” tanyanya yang langsung melepaskan tangan Vita.
“Hampir empat bulan,” jawab Vita dengan rasa takut yang menyelimuti tubuhnya.
“Empat bulan?” tanyanya. “Jadi kalian bohongin gue selama itu. Jadiin gue kayak orang bego gitu?!” teriak Hendra di depan muka Vita. Tiba-tiba diamerasa seperti dikhianati.
“Maaf Ndra,” ucap Vita yang mencoba memegang tangan Hendra tapi ditepisnya jauh-jauh.
Hendra menatap Vita tajam. “Jangan anggep gue sahabat elo lagi! Dan bilang sama cowok lo juga jangan anggep gue sahabatnya!!”
Dan semuanya hancur berantakan. Vita terpaku di tempatnya. Ternyata cinta harus dibalas dengan cinta tapi terkadang cinta harus mau menerima jika tak dibalas dengan cinta.
“Gue harus gimana biar elo nggak marah sama gue juga Alvent?” tanya Vita kepada Hendra yang masih berdiri dihadapannya.
Hendra tak bergeming. Dia malas menjawab pertanyaan itu.
“Ndra jawab!” paksa Vita dengan air mata yang telah merayapi pipi putihnya.
Hendra memandang Vita. Dia tak sanggup jika melihat orang yang dicintainya menangis didepan dirinya. Jangan nangis Vit.
“Elo mau gue maafin?” tanyanya. Vita mengangguk.
“Kalian putus. Baru gue maafin elo berdua.
-ooo-
Makasih udah setia mau baca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar