Sandiwara Cinta
Part 4
***
“Keren lo Vit. Nih mobil
gue buat elo.”
“Yakin?” kata Vita tak percaya saat
Nitya menyodorkan kunci mobil BMW nya.
“Iyalah. Elokan menang taruhan. Elo ingetkan
taruhan kita dulu?”
Vita terhenyak lalu dengan ragu dia
mengangguk.
“Nggak nyangka kita bisa mainin
playboy cap kampung itu,” timpal Greys dengan geleng-geleng kepala.
Vita ikut tertawa bersama mereka. Ya
dia memang sedang taruhan dengan teman-temannya untuk menyakiti Hendra jagoan
sekolah mereka dan sekarang misi mereka berhasil.
“Jadi gue barang taruhan elo semua?”
suara yang berat itu mengagetkan Vita dan teman-temannya. Ternyata Hendra sudah
ada di antara mereka entah dari kapan.
“Brengsek ya lo Vit. Gue udah tulus
cinta sama elo malah kayak gini balesannya?”
Vita hanya diam dan menunduk mendengar
makian dari Hendra. Air matanya sudah meleleh.
“Aku bisa jelasin sama kamu.”
“Aku nggak butuh
penjelasan dari kamu!”
Hendra pergi dari hadapan Vita
dengan langkah cepat-cepat. Hatinya sakit mendengar semuanya. Semua yang telah
diucapkan oleh Vita tadi begitu dalam. Perih. Sakit.
“Dengerin aku dulu. Aku bisa jelasin
semuanya.”
Vita mengekor di belakang Hendra.
Beribu maaf telah terucap dari bibirnya tapi tak sedikitpun Hendra meliriknya.
Langkahnya yang tegas dan cepat tak bisa diimbangi Vita.
Braakkk!!!
Hendra tercekat mendengar suara itu.
Ditengokannya kepalanya ke belakang. Vita masih ada di belakangnya. Tapi gadis
itu sudah diam di tempatnya. Dia tak lagi mencegah Hendra untuk pergi, Vita
sudah tak meminta Hendra untuk mendengarkan penjelasannya. Gadis itu terkapar
di tengah jalan dengan darah yang bercucuran diantaranya. Hendra tercekat
melihatnya. Vita sudah tak bergerak di depan sebuah mobil bak hitam.
***
Alvent masih menunggu Vita di ruang perawatan kampusnya. Di
sana juga ada Hendra dan Age. Mereka sedang menunggu Vita siuman. Dilihatnya gadis
itu terbaring di kasur. Begitu lemah dan ringkih. Betapa menyesalnya Alvent
menyakiti Vita. Sedalam itukah dia melukai?
“Emm.. emm..”
Igauan Vita membuat Alvent, Hendra dan Age memperhatikan
gadis itu. Tangannya bergerak-gerak dan beberapa detik kemudian kelopak mata
Vita membuka perlahan. Vita mulai bangun setelah dua jam tak sadarkan diri.
Vita membuka matanya perlahan. Kepalanya sedikit pusing
melihat pantulan lampu yang menyorot matanya. Begitu terang.
“Hendra,” katanya dengan suara yang sedikit parau tapi
wajahnya begitu senang melihat laki-laki yang berdiri di sampingnya itu. Buru-buru
dia mencoba untuk bangkit dari posisinya tapi tubuhnya tak kuat untuk menopang.
“Jangan dipaksa kalo belum bisa,” ujar Hendra yang
langsung membantu Vita untuk duduk. Jatungnya begitu berdebar melihat Vita
sedekat ini.
“Makasih.”
Vita tersenyum. Tapi dia juga heran melihat dua orang
yang berdiri di ruang itu juga. Dua orang laki-laki yang tak dikenalnya.
“Mereka temen mu?”
Hendra menoleh melihat Alvent dan Age. Memang benar
mereka teman-temannya, tapi Vita bertanya seolah tak kenal dengan mereka.
“Kamu nggak kenal sama mereka?”
Vita menggeleng.
“Beneran?”
Vita mengamati dua orang asing itu. Dia benar-benar tak
mengenaalinya sedikitpun. Vita menggeleng lagi.
Hendra menghirup nafas dengan berat lalu dihembuskannya lagi.
“Kamu udah nggak marahkan sama aku?”
Pertanyaan Vita membuat Hendra mengerutkan keningnya. Marah?
“Aku bisa jelasin semuanya Hend. Aku nggak bermaksud
mainin kamu. Aku bener-bener sayang sama kamu.”
Kata-kata itu bergulir dengan manis dari bibir Vita. Kata-kata
yang menusuk hati Alvent sampai bagian terdalamnya. Apa maksud semua ini? Begitu
banyak kejutan untuk hari ini. Vita tak mengenalinya bahkan gadis yang
dicintainya mengatakan bahwa dia menyayangi Hendra. Sakit. Amat sakit.
Alvent pergi dari ruangan itu. Dibantingnya pintu ruangan
itu. Dadanya bisa menjadi lebih sesak jika dia masih berada di dalam sana.
Obrolan dan adegan yang terjadi di sana begitu membuat Alvent naik pitam. Semua
ini begitu tak masuk akal baginya.
Hendra masih di dalam bersama Vita. Setelah Alvent keluar
tak lama Age juga ikut pergi dari sana. jadi sekarang hanya ada Hendra dan Vita
di ruang itu.
“Temen mu tadi kenapa sampe banting pintu segala?”
“Nggak tau tuh.”
“Namanya siapa?”
“Siapa?”
“Temen mu tadi yang banting pintu.”
“Oh, Alvent. Kamu gimana udah baikan?”
Hendra mengalihkan pembicaraan. Dia tidak suka jika harus
membahas Alvent.
Vita mengangguk dan tersenyum. Dia senang bisa melihat
wajah Hendra. Seperti sudah lama dia tak menatap wajah laki-laki yang
disayanginya ini.
“Dulu, pertamanya emang aku buat kamu barang taruhan tapi
ternyata aku dapet karma, aku jadi bener-bener sayang sama kamu,” ujar Vita
yang terus menatap Hendra. Entah mengapa ada yang berbeda dari Hendra. Ada rasa
yang kosong dan hambar saat dia mengucapkan itu semua tapi biarlah mungkin
karena kecelakaan kepalanya jadi sedikit agak melenceng.
“Hend,”
“Mmm?”
Vita diam sebentar. Ditundukan kepalanya.
“Kamu tetep mau jadi pacarku kan?”
Hendra diam menatap Vita. Inilah hal yang ditunggunya.
Vita ternyata benar-benar sudah kembali. Ingatan gadis itu sudah mengenali
siapa dirinya. Sudah tidak ada Alvent lagi, sekarang dia bebas memiliki Vita
seperti yang dia harapkan. Tapi saart hal yang sangat diinginkannya sudah ada
dihadapan matanya ada sesuatu yang telah dilupakan Hendra belakangan ini. Dia
melupakan Yana. Dia melupakan seseorang yang sudah mengisi sebagian hati yang
ditinggalkan Vita dulu. Setelah Vita kembali menempatinya apakah Hendra harus
membuang Yana?
“Gimana Hend?”
Wajah Vita begitu menggetarkan hatinya. Meruntuhkan kebimbangannya.
Dia tak bisa melepaskan Vita lagi. tidak untuk kedua kalinya.
“Iya. Aku tetep pacar kamu,” ucapnya kemudian. Biarlah Yana
menjadi urusan nanti. Biar takdir yang menyelesaikannya.
Vita tersenyum lalu memeluk Hendra erat. Getaran itu
mulai kembali.
Setelah mendengar cerita dari Age, Alvent kembali ke
ruang perawatan itu dan melihat adegan itu dari celah pintu. Dia hanya
tersenyum getir. Vita sudah menjadi milik Hendra. Dia sudah kembali ke dunianya
yang nyata. Ternyata Alvent hanya ilusi dalam hidup Vita. Alvent berbalik lalu
berjalan menjauhi ruangan itu dengan sedikit menyeret langkahnya. Hendra dan
Vita. Apakah akan ada yang terluka lagi?
***
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar