Siapa Alvent???
Duk
Duk
Duk
Alvent memainkan bola basket ditangannya dengan lihai. Tatapan kagum dari kaum hawa sedari tadi menghujam dirinya. Bangga tapi risih juga, pikirnya.
“Gila!! Emang ya, kalo udah punya kharisma mau ngapain aja oke!”
Age geleng-geleng kepala melihat kepopuleran sobatnya itu. Udah ganteng jadi kapten basket pula.
Blassshhhh...
Satu shoot three point dari Alvent dengan manis masuk ke ring. Para cewek yang sedang bergerombal di dekat lapanganpun makin terpanah.
“Tambah suka deh gue sama kak Alvent,” ucap salah seorang siswi perempuan.
“Kapan gue punya pacar kayak kak Alvent,” temennya ikut berkomentar.
“Nggak usah gaya deh Vent. Makin terpesona aja tuh cewek-cewek,” kata Age yang sedikit sensi.
Alvent malah menjadi-jadi, Dia semakin menunjukan kepintarannya dalam memainkan bola basket. Dari mendribling hingga melakukan three shoot point seperti tadi. Dan ternyata itu semakin membuat para cewek ternganga.
“Gimana Ge? Keren nggak gue?” Alvent dengan sengaja bertanya pada Age.
“You mean??” Age jadi sewot sendiri.
“Pasti keren,” jawab Alvent. “Secara Alvent gitu..”
“Wooo pede,” Age noyor Alvent lalu mereka berdua ketawa sendiri. Senang sama suasana kayak gini. Masa-masa di SMA yang bakal terjadi cuma satu kali. Satu kali yang nggak bisa diulang lagi.
“Nggak kerasa kontrak kita di SMA tinggal setahun lagi,” ucap Age lembut. Rambutnya bergoyang seiring angin yang menerpa wajahnya.
Alvent mengangguk, setuju sama pernyataan sahabatnya. “Yoi, nggak kerasa kita udah kelas 12. Perasaan kemaren baru lulus SMP haha.”
Suasana jadi hening. Mereka mengedarkan matanya ke bangunan di belakang lapangan basket. Gedung sekolah mereka yang tinggal satu tahun lagi menampung mereka. Menampung segala aspirasi dan kenakalan masa-masa remaja mereka
“Haha iya deh yang masa SMA nya penuh gelora cinta.” Age menyenggol lengan Alvent. Senang kalo bisa menggodanya.
“Emang elo enggak apa?”
Senjata makan tuan, pikir Age.
“Tapi banyakan elo daripada gue,” Age keukeh sama pendapatnya.
“Masa? Perasaan pacarnya banyakkan elo deh Ge daripada gue.”
“Coba gue tanya, di SMA elo pacaran sama siapa aja?” Tantang Age.
Alvent tampak berpikir. Entah berapa banyak cewek yang dipacarinya.
“Satu..dua..tiga.. Kayaknya Cuma enem deh,” jawabnya setelah mengingat-ngingat cukup lama.
“Nadya udah lo itung?” Alvent ngangguk.
“Bella?” Alvent ngangguk lagi.
“Pia?”
“Oh iya lupa gue,” jawab Alvent. “Berarti tujuh doang.”
“Firda? Febe?” Age membantu Alvent menghitung mantan pacarnya itu.
“Febe mah udah gue itung.” Alvent mantap menjawab. “Kalo Firdakan masih jadi pacar belom jadi mantan,” sambungnya lagi.
“Oh iya deng, tapi masih banyakan elo lah Vent, gue aja cuma lima doang.” Kata Age kagum sama reputasi cinta Alvent. “Udah ganteng, kapten basket, playboy lagi ckck paket komplit haha,” sambungnya lagi.
“Emang makanan,” cibir Alvent nggak terima.
Age bingung juga sama sahabatnya ini. Kok bisa ya nggak betah pacaran, padahal yang Age tau mantan-mantannya Alvent ini cantik-cantik semua. Dan yang Firda ini badannya tinggi kayak model tapi kemaren, Alvent curhat kalo udah bosen sama Firda. Nah loh?
Age pernah iseng tanya sama Alvent, kenapa Dia susah banget buat setia, dan jawabannya itu buat Age dongkol. Katanya Dia masih suka sama cewek dimasa lalunya, dan mantan-mantannya ini Cuma jadi pelampiasannya aja. Gila nggak tuh? Pikir Age saat itu.
“Eh Vent kemaren lo dicariin,” kata Age yang baru ingat kalo kemaren Vita nyari Alvent.
“Siapa?” Alvent tanya dengan menyenderkan punggungnya di pohon pinggir lapangan basket.
“Sama Vita, katanya Dia mau wawancara elo,” jawab Age santai.
“Siapa tadi lo bilang?” Alvent kaget.
“Vita,” ulangnya lagi.
“Vita???”
-ooo-
Vita sibuk menulis dengan pensil dibukunya. Kadang juga dcoret-coret sendiri. Frustasi sama tugas dari Pak Chris yang nggak kelar-kelar, padahal waktunya tinggal 5 hari lagi, dan yang bikin tambah pusing, Dia juga belom ketemu sama yang namanya Alvent.
“Hufft.” Vita meniup rambut yang bergelayut di keningnya.
“Apa gue minta keringanan ya sama pak Chris?” Vita ngomong sendiri.
“Tau ah bodo. Mau selese kek mau enggak kek, emang gue pikirin,” sambungnya kemudian, yang benar-benar pasrah sama tugas mewawancarai kapten basket sekolahnya.
-ooo-
Alvent menarik-narik tangan Age. Pengen cepet-cepet liahat muka Vita. Entah perasaannya bilang kalo Vitalah orang yang dicarinya dari dulu. Cewek dimasa lalunya.
“Yang mana orangnya?”
Alvent dan Age sudah berada di depan kelas Vita. Mereka berdua m,elihat isi kelas Vita tapi ternyata di sana tidak ada cewek, isinya cowok semua.
“Nggak ada Ge,” kata Avent.
“Ke kantin mungkin,” jawab Age santai. Maklumlah sekarang masih istirahat.
“Ya udah buru kita ke kantin.”
Alvent semangat sekali. Age sampai bingung sama sahabatanya ini. Pasti ada udang di balik bakwan, batinya bicara ngaco, pengaruh perutnya yang laper.
-ooo-
“Jiah nyusul juga nih anak ke sini,” cibir Yana waktu liat Vita gabung dengannya di kantin.
Vita tak peduli ucapan Yana. Dia langsung pesen makanan dan minuman.
“Katanya mau bikin daftar pertanyaan Vit?” tanya Yana yang dongkol juga dicuekin Vita.
“Males gue. Ketemu orangnya aja belom,” jawabnya yang bener-bener males kalo ngomongin tugas itu.
“Lah terus gimana dong? Entar hukumannya tambah berat loh.” Yana benar-benar tak tahu kondisi mood Vita sekarang. Dia tetep aja nanya-nanya.
“Bahas yang lain aja,” kata Vita yang berarti ‘Bisa nggak, nggak usah bicarain tuga itu?’
Yana mati kutu. Menurut sama Vita. Dia akhirnya ngomongin tentang Suju, boy band Korea yang sedang digandrungi sama remaja Indonesia. Padahal Yana Cuma tau Siwon doang.
-ooo-
Alvent dan Age sudah sampai di pintu kantin. Mata Alvent dengan jeli melihat satu persatu wajah yang sedang ada di ruang tersebut. Sudut demi sudut Dia jelajaahi dengan teliti, mencoba mencari Vitanya, ya semoga Vita yang dimaksud Age adalah Vitanya.
Sedangkan Age sedang mengatur nafasnya yang tak beraturan akibat lari-larian dari kelas Vita ke kantin. Kelas Vita ada di lantai 3 sedangkan kantin ada di lantai 1.
"Nah itu yang namanya Vita Vent,” tunjuk Age padasalah seorang yang sedang makan semangkok bankso.
“Yang mana?” tanya Alvent yang belum menemukan objek pencariannya itu.
“Itu yang lagi makan bakso di pojok kantin sama temen ceweknya,” jelas Age lagi.
“Yang rambutnya pendek itu Ge?” tanya Alvent lagi.
“Iya, yang rambutnya pendek,” jawab Age.
Deg. Jantung Alvent seperti berhenti berdetak. Vita yang ada di depannya ini tak beda dengan Vita yang pernah ada dihidupnya 5 tahun yang lalu. Masih orang yang sama, senyum yang sama dan dengan cara melihat yang sama. Semuanya masih sama, Vita yang dimaksud Age adalah Vitanya, ya Vitanya Alvent.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar