SELAMAT DATANG

Ingin mengetahui siapa saya? Ayo, tinggal baca blog saya. Banyak hal yang akan saya bagi disini. Let's fun with me...

Senin, 24 Desember 2012

Pengorbanan Untuk Cinta 2



            Pengorbanan Untuk Cinta
            Part 2

            ***

            Masih seperti biasa, hari-hari Vita berjalan seperti tidak terjadi apa-apa. Dimata seluruh anggota keluarga juga teman-teman kampus tak ada yang berbeda dari sosok Vita Marissa. Masih gadis yang cantik, ceria juga baik hati. Gadis yang diidolakan oleh lawan jenisnya. Tapi bagi para sahabatnya tidak ada yang bisa ditutupi oleh Vita. Dia tak pandai berbohong di depan Yana, Nitya, Greys maupun Pia. Bahkan kata-kata ‘baik-baik saja’ terasa lebih memilukan daripada keadaan sebenarnya. Menyedihkan.
            “Hey,” sapa Vita kepada keempat sahabatnya yang sore ini datang ke rumahnya.
            Pia yang berumur paling muda di antara mereka langsung menghambur kepelukan Vita setelah si empu rumah membuka pintu. Pia mendekap Vita erat. Dia hanya ingin seperti ini untuk sekarang. Memeluk sahabatnya yang sedang melewati masa tersulit dalam hidupnya. Mencoba menjadi sahabat yang semestinya. Sahabat yang seharusnya ada di kala senang dan susah.
            “Yang kuat ya kak,” kata Pia yang masih memeluk Vita. Pia selalu seperti itu, memanggil yang lain dengan sebutan ‘kak’.
            Vita mengangguk. Dan entah dorongan darimana, Nitya, Greys dan Yana ikut memeluk Vita. Menguatkan salah satu dari mereka. Memberi sandaran kepada Vita. Lalu setelah itu, tanpa dikomando, semua mengalir begitu saja sore itu. Seluruh kisah memilukan pada malam itu. Sesuatu yang harus merubah masa depan Vita. Malam yang terlalu singkat untuk merelakan harga diri. Kenyataan yang membawa Vita menuju jalan yang benar-benar gelap. Juga tentang sebuah rahasia yang harus disimpan.
            Kempat sahabat itu mendengarkan dengan seksama kata demi kata yang keluar dari mulut Vita. Cerita yang benar-benar membuat jantung mereka berdetak dengan frekuensi lebih cepat. Membawa suasana menjadi tegang. Bahkan Pia harus meremas tangan Yana yang ada di sebelahnya saat Vita menceritakan bagian dimana dia harus kehilangan kebanggaan dari seorang gadis.
            “Jadi gue udah nggak perawan lagi,” kata Vita berat diakhir cerita. Sesuatu yang sungguh menohok dirinya sendiri. Kenyataan yang benar-benar tak bisa diulangi lagi.
            Setelah kalimat itu suasana menjadi hening. Kelima sahabat itu sibuk dalam pikiran masing-masing. Greys mengusap air matanya. Yana memalingkan wajahnya. Nitya menunduk sedangkan Pia menatap Vita yang sedang melihat langit yang berubah warna dengan semburat jingganya. Vita gadis yang paling tegas di antara mereka. Seseorang yang paling disegani karena prinsip hidupnya yang kuat. Tapi semuanya lenyap begitu saja. Menguap tanpa tersisa. Karena semua itu manusiawi. Hidup tak segampang menulis keinginan di kertas putih, ada banyak hal yang bisa merubah angan-angan.

            ***

            Kadang hidup itu susah ya. Udah diperhitungin baik-baik ternyata bisa meleset juga.
            Pagi yang tak secerah biasanya. Sedikit awan hitam menggantung di langit kota Jakarta. Tapi Alvent tak menggubris itu semua. Setelah memarkirkan mobil hitam kesayangannya, dia berjalan dengan santai di koridor kampus. Menikmati cuaca Jakarta yang tak begitu panas. Berjalan dengan bersenandung pelan. Begitu bahagianya dia pagi ini. Semua masalahnya dengan Vita telah selesai. Tak ada yang perlu dipertanggung jawabkan lagi. Janin itu telah lenyap dari perut Vita. Jadi sekarang dia bebas. Bisa bermain dan berpetualang lagi. Senyum simpul menghiasi wajahnya setelah memikirkan hal itu. Alvent memang terkenal bad boy di kampus. Anak orang kaya yang senang menghambur-hamburkan uang, mengencani banyak wanita, penebar harapan-harapan palsu, juga pecandu party. Tapi jika untuk seks bebas, dia bukan tipikal seperti itu. Jika dia bisa melakukannya dengan Vita, itu memang murni atas dasar cinta. Vita adalah wanita pertama yang tidur dengannya dan dia memang hanya ingin tidur dengan Vita dalam hidupnya. Wanita yang benar-benar dicintainya. Tapi cara Alvent salah. Dia tak tahu bagaimana menghormati wanita yang dicintainya itu. Bahkan dia tak sadar jika telah membuat Vita benar-benar hancur dengan cinta yang diberikannya. Hancur, berkeping-keping dan berantakan.
            “Heh bajingan!” seorang gadis berteriak di depan Alvent. “Cowok brengsek!” lanjutnya lagi yang mendekati Alvent. Tapi ada tiga orang lainnya yang membuntuti gadis itu. Empat orang yang sangat dikenal Alvent. Para sahabat Vita.
            Bug!
            Satu tonjokan mendarat di perut Alvent dari Yana.
            “Ini buat keperawanan Vita yang ilang,” desis Yana tepat di depan muka Alvent.
            Bug! Sekarang giliran pipi Alvent yang mendapat hantaman dari Yana.
            “Ini buat sikap lo yang pengecut!”
            Plak! Tamparan dari Greys di pipi kanan Alvent, tempat yang sama saat Yana memberi tonjokan tadi.
            “Ini buat calon anak yang nggak lo akuin,” kata Greys setelahnya.
            Alvent hanya bisa terdiam di tempatnya melihat Yana dan Greys yang menjadi liar seperti ini. Walaupun tonjokan dan tamparan tadi tak begitu keras dan menyakitkan tapi kata-kata yang diucapkan setelahnya membuat Alvent sedikit bergidik. Pengecut?
            “Gue bilangin ya, semua yang terjadi itu nggak murni kesalahan gue, Vita juga mau kok nyerahin keperawanannya sama gue,” kata Alvent dingin. sedikit menyanggah dan membela diri. Matanya yang hitam tampak menyala saat melihat keempat orang di hadapannya.
            “Kalo lo mau marah jangan sama gue doang, Vita juga patut lo marahin. Jadi cewek kok murahan,” lanjutnya lagi yang benar-benar membuat kumpulan gadis di depannya meradang.
            Yana mengepalkan tangannya. Cewek murahan? Vita cewek murahan?
            Bug!
            Satu pukulan mendarat lagi di pipi kanan Alvent. Kalo yang sekarang benar-benar menyakitkan. Pukulan yang penuh dengan rasa amarah. Pukulan dari Pia yang sejak tadi diam.
            “Apa lo bilang? Cewek murahan? Siapa yang cewek murahan? Vita? Lo emang cowok brengsek ya! Maunya enak doang! Lo nggak mikir gimana jadi Vita hah? Dia udah kehilangan kesuciannya terus dia harus ngegugurin anaknya sendiri. Lo manusia apa setan sih bisa kejem kayak gitu! Gue sumpahin lo mandul seumur hidup!” Pia mengeluarkan sumpah serapahnya. Nafasnya terengah-engah setalah mengucapkan itu semua. Ditatapnya dengan tajam bola mata Alvent. Menantang cowok pengecut di hadapannya ini.
            “Gue sumpahin lo cepet mati!” sumpah Pia lagi lalu segera meninggalkan tempat itu dengan langkah cepat-cepat dengan diikuti Yana dan Greys di belakangnya.
            “Gue nggak mau nakut-nakutin lo, karma itu masih ada Vent. Ati-ati aja,” kata Nitya sesaat sebelum berlalu bersama yang lain.
            Dalam diam Alvent menatap kepergian empat orang sahabat Vita itu. Menatap punggung-punggung yang begitu setia membuat pagar untuk Vita. Melindungi salah satu diantara mereka yang sedang terluka. Bahkan badan-badan itu siap maju menjadi tameng Vita menghadapi cowok egois seperti Alvent.

            ***

            Dengan menelungkupkan badannya di atas tempat tidur, Vita terus menerus melihat gambar-gambar yang dengan rapi tertempel di album foto itu. Gambar-gambarnya dari kecil sampai dewasa seperti ini. Senyum yang ada di gambar itu begitu memilukan jika dilihat. Senyum yang masih ringan, gadis yang masih polos, gadis yang benar-benar tak tahu betapa kejamnya dunia ini. Dan pada lembar terakhir ada gambarnya bersama keempat sahabat tercinta. Lalu sebuah senyum menghias di wajah Vita. Dalam senyum itu Vita memohon kepada Tuhan agar Dia senantiasa menjaga persahabatan mereka. Melindungi setiap individu yang ada di dalamnya agar tetap bisa bahagia dengan segala jalan yang dipilih oleh masing-masing juga dengan jalan yang Vita pilih sekarang.
            Vita berbalik. Membaringkan tubuhnya sembari mengelus perutnya. Janin yang tak jadi dibuangnya. Janin yang berusaha dia lindungi untuk hidup walaupun dia harus berbohong kepada Alvent.
            Kamu jangan takut ya, kita bakal hidup berdua dengan bahagia, kata Vita dalam hati.
           
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar